Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Rabu, 27 Agustus 2014

Gadis di Ujung Jalan

Bagaimana aku bisa berjalan ketika jalan yang ingin ku lalaui hilang
Bagaimana aku mau menaiki tangga ketika aku kehilangan jenjang
Lalu bagaimana aku bisa tertawa ketika yang aku rasa hanya sepi.

            Sore hari itu , saat hujan kembali datang dengan suasana yang sama sepi,sunyi, dan hampa aku kembali menari dalam lamunanku. Bait sajak sederhana itu membawa aku menerawang jauh . Mengingatkan aku pada seorang gadis yang aku kenal beberapa waktu lalu. Wajah senyum yang menyimpan makna dan terpenting adalah impiannya. Impiannya hanya satu yaitu mengubah kehidupannya lebih baik dan membalas kebaikan mereka yang telah merawatnya. Tawa yang kalian lihat tidak akan pernah menyangka di usia yang masih muda menyimpan kisah pilu. Gadis itu bernama Gita, aku mengenalnya disebuah halte bus .
            Sore itu hujan  turun begitu deras ,matahari enggan menampakkan sinarnya bahkan untuk menyapa kegelisahan ku saja ia menolak. Kali ini halte sangat sepi hanya ada aku dan gadis berjilbab merah itu, aku terus memandanginya dari sudut mana pun tidak ada beban dikepalanya padahal hujan semakin deras. Tidak ada tanda-tanda bus akan datang. Dia menoleh padaku dan tersenyum lalu mendekatkan diri padaku .
“Nikmati hujan sebagai anugerah, Biarkan dia turun dan syukuri karena hujan tidak akan terus turun. Dia pasti akan memberi kesempatan pada matahari “ katanya begitu bermakna . Aku hanya melihatnya sekilas lalu kembali mengacuhkannya.
            Kadang aku merasa hidup ini begitu tidak adil , mengapa banyak kebahagiaan orang lain tetapi beda dengan diriku.
“Kenalkan aku Gita” sapa gadis itu lebih lembut sambil mengulurkan tangannya.
“Aku Annisa” jawabku singkat menyambut uluran tangannya.
“ Maaf tadi aku nggak sengaja mendengar percakapan kamu di telpon, jangan terlalu keras kepada orang tua. Mereka mencoba melakukan yang terbaik untuk kita. Jangan sia-siakan waktumu. Kalau mereka sudah jauh dihidup kita kamu bakalan ngerasain kehilangan besar” Tatapan mata Gita menerawang jauh kedepan.
“Aku hanya merasa hidup itu nggak adil, semua orang terlihat bahagia tanpa beban. Tetapi aku diberikan terus keadaan ini” Aku merespon ucapan Gita, kami seperti sudah kenal lama begitu nyaman didekatnya.
“Jangan melihat apa lagi membandingkan hidupmu dengan orang lain, mereka hanya memperlihatkan apa yang ingin mereka perlihatkan. Seperti aku misalnya. Mungkin kamu akan mengira aku baik-baik saja, kamu salah. Setiap manusia memiliki masa yang menyakitkan An. Saat itu aku SMP papa mengalami ke bangkrutan membuat kami sekeluarga terpaksa pindah ke Jakarta. Ketika itu aku masihlah Gita yang anak-anak. Hatiku keras berontak, tapi mama meluluhkan hatiku dengan ucapan dan senyumnya.
            Kami sekeluarga, Aku, mama, papa, dan kedua malaikat kecilku Mila dan Tika akhirnya berangkat menuju Jakarta sore itu , tidak pernah kurasakan kecemasan seperti ini. Ada perasaan gelisah tersendiri,  kehidupan seperti apa setelah ini akan aku hadapi.
            Setibanya di rumah nenek, seperti biasa sambutan nenek selalu hangat dengan senyumnya yang ramah. Sekitar satu minggu disana papa berpamitan pergi ke Kalimantan untuk bekerja di salah satu saudaranya. Setelah itu aku tidak pernah bertemu dengan beliau. Aku kehilangan sosok papa sebagai pelindung hidupku selama ini.
            Setelah papa pergi mama bekerja di sebuah rumah sebagai juru masak disana. Sebenarnya aku tak tega melihat tangan hangatnya bekerja seperti itu, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa dan bekerja keras untuk tidak mengecewakannya di sekolah. Ketika sekolah aku hanya diberi uang saku dua ribu rupiah, jarak rumah dan sekolah sekitar satu kilometer ku tempuh dengan berjalan kaki. Membeli buku-buku pegangan belajar, aku membelinya sendiri dengan uang yang aku tabung melalui hasil jualan kue-kue kecil di sekolah. .
            Di Jakarta semua berjalan baik-baik saja. Satu minggu,satu bulan lalu hampir menginjak enam bulan semua keadaan berubah. Adik-adik mama yang awalnya baik berubah memusuhi aku dan kedua adikku. Aku tidak pernah tau alasannya, mungkin bentuk kekesalan mereka pada papa. Hinaan terhadap papa lalu sikap buruk mereka semua ku anggap cambukkan untuk membentuk karakter di hidupku. Hidup adalah takdir yang harus kita jalani jangan menghindari takdir itu, karena engkau tidak akan pernah menemukan jalan untuk kembali An .” Gita menoleh kepadaku lalu tersenyum tidak ada sedikit pun rasa sedih di suaranya tapi aku bisa merasakan beban di kedua matanya.
            Aku mulai mengerti apa maksud Gita menceritakan kehidupannya padaku. Beberapa saat dia kembali bercerita.
“ Tetapi Allah adalah semangat hidup ku , aku percaya dunia tidak selamanya gelap. Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas hambanya. Selepas SMP aku dianjurkan untuk sekolah di Kalimantan dengan biaya ditanggung paman tempat papa bekerja. Karena tidak ada peluang untuk aku sekolah di Jakarta. Nenek memberi saran untuk menunggu satu tahun agar bisa sekolah di Jakarta tapi aku menolaknya karena aku tidak mau mengorbankan pendidikan dalam masalah hidupku. Lalu papa menyarankan untuk kembali ke Bandung tapi beliau tidak memberi kepastian akan sekolahku. Aku bertekat ke Kalimantan.
            Seperti biasa semua berawal manis dan aku harapkan lebih baik daripada saat kami di Jakarta. Tapi harapan tinggalah harapan. Ketika itu aku melihat rumah paman sangat besar, ada beberapa kamar besar didalamnya terdapat AC. Tapi bukan kamar itu yang kami tempati melainkan kamar berukuran 5 x 5 meter. Sebenarnya cocok ditempati sekitar tiga orang. Hari itu aku seperti merasakan kelelahan yang begitu hebat. Bukan perjalanan Jakarta menuju Kalimantan dengan bus tapi lelah dengan perjalanan hidup ini. Mama seperti tau apa yang aku rasakan dia memelukku dan berkata.
“ Bersabarlah , Bersyukurlah Allah membiarkan kita terus bersama . Kamu gadis yang kuat Gita.“  lagi-lagi mama mampu menenangkan hatiku. Aku terus melangkah dengan pasti walau badai terus menghantamku . Kapal layar ku akan terus di kembangkan karena masih ada keluarga yang terus berada di sampingku.
            Semuanya terus berjalan, aku masih melangkah dan akan terus melangkah walaupun terasa menyakitkan. Tetapi lagi-lagi badai itu datang menghancurkan kapal layarku dan benteng pertahanan. Ketika mama masih disampingku segalanya terasa mudah karena aku bisa memeluknya kapan saja, tapi kini aku harus kembali ikhlas. Allah menjauhkan mama dari sampingku.
            Saat kelas dua SMA mama memutuskan pulang ke Jakarta membawa kedua adikku. Mama memang memberikan aku pilihan ikut atau tetap tinggal. Tetapi aku memilih tinggal karena masih ada satu tahun setengah menyelesaikan sekolahku. Rasanya hampa ketika hidupmu tidak ada lagi seseorang yang memeluk dan member motivasi saat kamu terjatuh, itu yang aku rasakan. Langit yang tadinya biru dalam bayangan mataku berwarna kelabu. Aku melakukan kesalahan dan sampai sekarang aku menyesal pernah menyalahkan Allah atas semua itu.
            Setelah kepulangan mama, aku menjadi anak yang lebih pendiam di rumah. Kehilangan membuat aku merasa sendiri dan kesepiaan. Aku mulai mengacuhkan keadaan termasuk papa. Saat itu aku hanya mencoba membangun hati kembali dan menerima keadaan yang terjadi. Aku tidak mau memperlihatkan kesedihan karena papa akan merasa sangat bersalah. Tetapi orang lain hanya bisa berkomentar lalu mencaci, tanpa mereka tau apa yang tengah aku rasakan. Tertekannya  aku, Sakitnya aku, mereka tidak akan tau.Mata hanya bisa melihat bukan merasakan An.
            Setelah masa SMA selesai, aku bertekat untuk kuliah di Bandung agar bisa bertemu mama. Tetapi aku gagal menembus persaingan disana, hatiku sakit tapi itu tidak membuat aku menyerah begitu saja. Akhirnya aku memutuskan kuliah di salah satu Universitas Negeri di kota Pontianak dengan beasiswa pendidikan.
            Kota baru dan suasana baru, aku berharap menjadi hal baru. Meninggalkan luka di kota lamaku. Semester awal semunya baik-baik saja aku menyukai kota ini. Semuanya berjalan normal seperti harusnya mahasiswi baru.
            Kadang aku juga punya rasa iri terhadap teman-teman, urusan kuliah dan keseharian orang tua mereka yang mengurus. Mereka bebas tertawa lalu berpelukkan dengan mamanya. Aku iri hal itu An. Tapi seperti biasa aku hanya bisa mencoba acuh dengan hatiku.
            Pada suatu hari aku menemukan seseorang yang membuka mataku akan dunia luar. Bagaimana bentuk kasih sayang dan merasakan rasa peduli kembali. Adanya dia aku merasa bukan Gita yang sendiri lagi tanpa orang tua. Dia adalah motivasi terbesar dihidupku selain keluarga. Orang hebat setelah papa yang aku kenal. Dia mengajarkan aku kuat , mandiri , menangis, lalu bangkit, lalu aku juga belajar untuk Ikhlas. Terpenting bagaimana kita memaknai rasa syukur kepada Allah. Tapi jalan kehidupan tidak akan selalu mulus dan sesuai. Lagi-lagi aku harus kalah pada semesta, ketika diantara keduanya berbeda lalu ada hal lain yang membuat dia berbeda aku harus ikhlas melepaskannya dan membiarkan nya pergi bersama hal lain itu. Tapi dia memberikan ilmu yang luar biasa untuk hidupku walau pun itu menyakitkan. Aku menjadi sadar siapa aku dan aku bukan siapa-siapa untuk saat ini. Aku harus ikhlas menjalankan hidupku yang diberikan Allah karena ini lah yang nantinya akan menjadi bekal ku kelak untuk menjadi wanita yang tegar.
            Aku tidak sendiri masih ada papa dan mama yang selalu mendoakan meski jarak mereka jauh. Ada sahabat yang selalu hadir dalam hidupku meski mereka terkadang memiliki kehidupan masing-masing. Tentu saja selalu ada Allah yang menemani langkahku kemanapun dan dimanapun. Jangan pernah tutup matamu dari dunia luar ,membiarkan kesepian menjadi rajamu .
            Aku selalu berharap suatu saat bisa bertemu mama dan adikku. Melihat keluarga kami kembali utuh dan berkumpul bersama lagi.
            Biarkan kehidupan seperti angin membawamu kemana dia mau, tapi kamu harus seperti pepohonan yang tetap tegar berdiri ketika angin menerpa. Jangan biarkan badai menghancurkan kapalmu. Jika hancur perbaiki terus dan terus karena kekuatan ada di diri kita. Hidup harus terus berlanjut meskipun itu menyakitkan atau pun membuatmu bahagia karena Allah akan memberikan obat seiring dengan waktu. Jangan menganggap hidupmu yang paling menderita karena diluar sana banyak orang-orang yang tidak beruntung menikmati indahnya harapan dan mimpi. Ikhlas lah maka hidupmu akan indah .”
itu kata perpisahan darinya karena bus yang aku tunggu telah datang . Gita menghilang di ujung jalan bersamaan dengan hujan yang reda .

Sulit ungkapkan semua ..
Apa yang kini terjadi..
Walau hati ini bicara, semua tiada berguna ..
Pergilah kau pergi..
Ikhlasku mencintaimu ,berarti ku ikhlas untuk melepaskanmu ..

            Lagu ini membawa aku kembali ke dunia nyata ku . Masih panjang dan sangat panjang perjalanan hidup ini . Terus melangkah dengan rasa syukur dan ikhlas .
“An, ngapain kamu ngelamun disini ? . ayok waktunya kita on air sekarang “ Sapa Lisa temanku dengan suaranya yang sedikit cempreng itu .
“ Oke Lis” aku balas dengan senyum .



-      The End -

Rabu, 20 Agustus 2014

21-08-2014 Awal

Assalamualaikum wr. wb ..
Hari ini adalah hari pertama saya menulis di blog saya . saya rusdiyanti ..
dunia selalu saya anggap adalah naskah yang telah Allah berikan kepada saya , ntah disana saya harus berperan sebagai antagonis dan protagonis atau bahkan saya harus duduk diam saat saya tidak mendapatkan lanjutan naskah itu . Meski sulit hidup memang terus berjalan . Trimakasih untuk Allah segala puji hamba berikan untuk keEsaan Nya . Atas liku hidup yang saya jalani ini tapi saya bahagia meski begitu berat Allah selalu memberikan ketegaran yang terkadang saya pertanyakan . Mungkinkah saya sekuat itu ? tapi Allah membuktikan nya saya kuat atas segalanya . Saya akan memeberikan pengalaman hidup saya yang sudah saya jalani selama 6 tahun terakhir ini . Bahwa kekuatan adalah diri kita dan Allah yang Maha Sempura ..
cukup untuk pertama sepertinya bagi pembaca yang selalu di Ridhoi Allah ..