Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Senin, 29 Februari 2016

Tentang Sore



Seperti biasa ketika sore datang ada perbincangan khusus antara aku dan dirimu. Apa saja yang penting bagiku itu percakapan denganmu. Namun sore ini raut wajahmu berbeda dari biasanya. 

“Mengapa, ada masalah?.” Kataku sambil menutup buku yang sedang aku baca.

“Tidak, aku hanya heran.”

“Heran untuk apa?.” Tanyaku lagi.

“Heran, bagaimana lelaki untuk bersikap adil atas hati perempuan.”
Aku hanya diam, sambil menelaah apa yang sedang kamu maksud.

“Ntahlah, aku tak mengerti.” Kataku untuk memberi penjelasan tak ada yang bisa di diskusikan kali ini.

“Hei, begini maksudku. Bagaimana kalau lelaki harus bersikap adil kepada kedua istrinya nanti.” Katamu serius.

“Kamu berniat poligami?.” Kataku jauh lebihs serius.

“Bisa jadi, tetapi aku sedang berpikir keras bagaimana caranya bersikap adil. Sedangkan manusia tidak ada yang mampu adil apalagi masalah hati.”

“Aku tidak menerima apapun halnya tentang itu. Perempuan itu dilahirkan dengan kepekaan. Tidak pernah ada perempuan yang bisa rela dan ikhlas dengan penuh hatinya terbagi. Bagaimana dengan aisyah perempuan mulia seperti dia saja begitu mencemburui khadijah. Bila di umpamakanpohon disandarkan pada aisyah akan terbakar karena cemburu. kurang penjelasanku?."

"wah, jangan kesal seperti itu. aku juga tak pernah percaya bisa adil apalagi masalah hati "
Katamu tersenyum.

hanya sampai disitu percakapan kita sore ini dengan seribu tanya mengapa lelaki harus mencoba memiliki lebih dari satu perempuan sedangkan ia di takdirkan tak bisa adil sebagai manusia.


#30DWC15

Pelangi Vs Senja



Setiap orang yang aku tahu selalu menunggu pelangi datang begitu mengagumi pelangi sebab pesonanya yang teramat hebat. Pelangi sebutannya begitu, cantik rupanya, cerdas dan mempesona banyak mata. Tidak ada yang tak suka dengan Pelangi. Tidak ada yang tak mengagumi seorang Pelangi termasuk aku dan dirimu pastinya Tuan. 

Tuan pernah begitu mengagumi Pelangi, setahuku seperti itu. Sampai di buat begitu cinta dengan pesona pujaan hati. Pelangi, sebut saja namanya itu. Pelangi memiliki warna indah dengan susunan yang sempurna. kata orang ia merupakan tangga para bidadari untuk turun ke bumi. Ah, begitu spesialnya Pelangi sampai mampu berteman dengan bidadari cantik. lagi-lagi semua orang membicarakan Pelangi dengan keberadaannya yang datang tiba-tiba.

Pelangi memang begitu banyak yang mengagumi, namun tak pernah ada yang tahu kapan ia datang. Pelangi memang membawa indah warna yang sempurna namun sayang, ia datang tak pernah untuk setia. Hanya membagi pesona lalu meninggalkan cinta pada hati yang kesepian. Pelangi, aku begitu ingin menjadi pelangi dulunya. Namun aku mengerti cinta yang sebenarnya bukan seperti itu. Kau harus berada di waktu yang di butuhkan tanpa perlu menginginkan untuk dilihat. 

Lalu, bagaimana dengan Senja? 
tak begitu banyak orang menyukai hadirnya sebab dengan datangnya Senja. Gelap akan segera hadir lalu mengunci hati-hati yang bahagia kata banyak orang. Senja terkadang malang ku lihat, tak banyak yang mau menikmati hadirnya. seolah ia bukanlah hal yang beharga sama sekali. orang-orang terlalu takut dengan gelap sehingga memilih bersembunyi di dalam rumah ketika senja datang . Senja? apa yang salah dengannya. 
Senja yang selalu hadir setiap hari ketika matahari mulai kelelahan seharian menyinari bumi. lalu senja dengan ikhlas menjadi tangga pergantian untuk bulan datang. lalu tak ada yang melihatnya. 

Namun bagiku, senja istimewa .. 
meski tak pernah ada yang menantinya layaknya pelangi, ia tak pernah ingin untuk berhenti datang menjadi tangga. bagaimana kalau tak ada senja? lalu matahari langsung berebut posisi dengan Bulan? bukankah itu rumit? 

Nah seperti itulah diriku, mungkin nantinya untukmu Tuan.
sebab begini Tuan.

Tuan, Mungkin aku tak akan bisa mempesona layaknya pelangi. Membuat kekaguman dan kebanggan pada hatimu. Tetapi aku selalu menjadi senja yang setiap soremu akan datang tanpa kau minta. Sebab aku akan datang, tunggu aku saja di tempat kau berdiri kini. 

Meski warnaku tak sebanyak pelangi. Tetapi aku akan memberi pancaran yang berbeda bila saja kau mau. Kau lepas ilusimu tentang Pelangi, agar warnaku tak mati dibuatnya. 




#30DWC14

Jumat, 26 Februari 2016

Detik

                Apa yang sedang kau pandang di antara hujan Tuan, mengapa begitu khusyuk hingga kau sama sekali tak pernah sadar ada aku yang sedang menunggu hujan reda bersamamu. Apa yang salah Tuan, tentang hujan hari ini. Kau masih dengan seribu diammu, dengan tatapan kosongmu dan juga sebuah ilusi yang hanya kau pahami seorang diri. Tuan, aku ingin memanggilmu sebentar untuk menyadarkan kamu tentang bagaimana cara menikmati hujan selain berdiam dan menunggu redanya.
            
Beberapa saat lalu, aku melihatmu menoleh. Sebentar saja dan beberapa detik yang lalu tak terhitung cepatnya. Ah, andai saja aku lebih cepat dari detik mungkin bisa saja aku menyapamu lewat senyum dengan sok manisnya. Tetapi aku tak pernah bisa secepat itu, detik terlalu angkuh untuk mengalah padaku barang sebentar saja. Ingin rasanya aku memaki detik lalu berkata “Hai, izinkan aku menyapa Tuanku!” sayangnya tak ada yang bisa melawan detik kali ini. Baiklah aku akan kembali mengalah.

            Aku hanya ingin berjalan bersamamu Tuan, sebab hujan terlalu dingin kala ini. Akan aku ajarkan bagaimana caranya menikmati hujan sehingga kau tak perlu berdiam melawan jenuh. Akalku tak mau juga di ajak berbagi, apa yang harus aku lakukan selain menemanimu setiap waktu di kala hujan. Jujur saja, aku sudah mulai bosan berdiam disini hanya menghitung rintikan hujan sembari menikmati mata sendumu. Tapi, aku masih sabar menunggu di tengah kisah ini. Senandung gelisah mulai kembali kau senandungkan Tuan, setiap rintiknya semakin deras. Aku mulai risau mendengar senandungmu. Apa yang sebenarnya sedang kau takutkan atau mungkin sendang menguras pikiranmu Tuan? Aku hanya ingin membawamu mengitari hujan. Aku hanya ingin berdua denganmu Tuan. Tetapi mengapa aku hanya bisa melihat keresahan dalam matamu. Aku tak bisa melihat senyummu. Maafkan aku Tuan, kali ini di detik ini aku sudah tak mampu menunggu kembali. Menunggumu dan semua detikmu.

Baiklah aku akan memulai satu langkah baru dalam hidupku di detik ini. Sebuah kenekatan yang akan menguras sisa detikku selamanya sebab aku telah berani.

“Kamu mau ikut?.” Kataku sambil mengulurkan tangan padamu Tuan untuk pertama kalinya. Di ribuan detik yang telah kita lalui bersama dalam payung hujan. Diamku akhirnya usai kali ini aku akan menerimanya. Untuk membawamu berdua denganku, atau melepasmu bersama hujan detik ini.
Kamu masih kebingungan memandang uluran tanganku. 

Terima Tuan! sambut tanganku secepatnya. Hatiku terus berkata sambil mulai memasrahkannya pada Tuhan. Detik selanjutnya kau belum juga menyambut tanganku Tuan. Baiklah aku akan pergi sendiri untuk hujan kali ini.

“Ayok kita pergi!.” Kau menarik tanganku dan membawaku berlari menembus Hujan.

“Kamu tak seharusnya mengulurkan tanganmu, sebab akulah yang harusnya menarik tanganmu untuk menembus semua ini.” Katamu Tuan sambil terus mengajakku berlari kecil.


#30DWC13


Filosofi Dias “Mencintaimu Tanpa JEDA”


      Aku pernah bertemu perempuan itu.
            Kesempatan yang hanya dimiliki beberapa orang, kesempatan yang hanya satu banding seratus ribu. Di sebuah toko buku tua, hanya menjual buku-buku lawas sudah sangat lama dan mungkin tidak memiliki peminat lagi. Kemeja biru muda melapisi kaus putih bersih, celana jeans dengan model selebor di bagian lutut sedikit terlihat sobekan, juga sebuah sepatu bernada sama terkesan tomboi. Perempuan itu membolak-balikan setiap buku yang ia pegang. Salah satu buku tentang, biografi Soekarno juga beberapa biografi tokoh pembesar lainnya. Mungkin dia adalah mahasiswi jurusan sejarah pikirku kala itu. Di toko tersebut tidak banyak anak muda, mungkin hanya kutu buku seperti aku yang hobi bermain disini. Bukan perempuan itu, ia sangat jauh dari kata kutu buku.
            Jendela di sisi toko buku menjadi tempat favoritnya mungkin, ia tidak beranjak dari sana sejak tadi kecuali ketika mengganti buku bacaannya. Beberapa buku yang dia ambil tampak berdebu, mungkin sudah terlalu lama tidak digunakan. Aku masih memperhatikan perempuan itu, ia merogoh tas ranselnya mengeluarkan sesuatu yang ternyata sebuah kacamata. Mungkin gadis itu memang seorang kutu buku, tidak pernah disangka ada kutu buku seperti dia. Sial! Perempuan itu memandang ketika aku sedang asik memperhatikannya. Matilah, pikirku mungkin perempuan itu akan marah dan memaki lelaki genit yang memananginya. Atau mungkin dia akan beranggapan, aku berotak mesum. Tuhan, tolong kuatkan hati untuk dimaki.
“Ini.” Dia memberikan sebuah buku tanpa banyak berkata.
“Untuk apa?.” Tanyaku polos.
“Aku lihat dari tadi kamu merhatiin aku lagi baca buku ini, aku rasa kamu butuh buku itu. Ambil aja, aku nggak butuh banget kok.” Lanjutnya dan berlalu pergi.
            Perempuan istimewa itu, toko buku tua yang sudah mempertemukan aku dengan perempuan itu. Mungkin kalau saja dulu aku bukan seorang kutu buku, aku tidak pernah bertemu perempuan yang sekarang telah menemani banyak hal bersamaku. Dialah Ririn, gadis cantik dengan kepribadian yang sangat berbeda dengan gadis lain. Begitu banyak masalah ketika semakin dekat waktu itu, aku semakin takut ketika bersamanya.  Bukan takut untuk hal lain, aku takut tidak bisa membahagiakannya. Memberi yang terbaik bagi perempuan itu. Aku bukan lelaki yang hebat dalam segala hal, aku tidak terlalu pandai agama, yang aku tau cuma sebatas shalat fardu, sunah, puasa, zakat, dan naik haji. Sebatas mengerti baik dan buruk, mana perintah Allah dan  laranganNya. Aku takut tidak bisa menjadi iman terbaik untuk perempuan itu. Bersikap romantis bukan keahlian dalam membahagiakannya, memanjakannya ku rasa tidak pernah sebab aku percaya perempuan itu mandiri, selain itu alasannya mungkin kembali ke kata takut. Takut membuat dia tidak nyaman ketika perhatian ekstra mulai di berikan. Namun cinta pada perempuan itu jelas tanpa jeda, tidak akan pernah surut meski banyak hal yang aku takuti. Tetap saja bersamanya terlalu banyak kekuatan membangkitkan semua.
            Ada sebuah kejadian yang membuat aku menyesal sampai sekarang, ketika pertengkaran kami tentang sebuah pendakian gunung. Kenapa tidak mengiyakan saja permintaannya, andai saja semudah itu mungkin sudah ku lakukan. Pada kenyataannya, gunung masih menjadi tempat yang sangat aku benci, sangat aku coba hindari, andai saja Ririn meminta untuk berenang di laut mungkin tanpa banyak alasan sudah kulakukan. Banyak hal yang coba sembunyikan untuk kebahagiaan perempuan itu. Maafkan aku yang tidak bisa menjadi teman pendakianmu, terbaik.
-Dias-




#30DWC12

Kamis, 25 Februari 2016

Sebuah Kata Nol



Semua bermula dari kata nol? Sebuah kata nol yang begitu mendasar. Lalu menurutmu bagaimana jika disekitarmu begitu banyak yang meneriakan dengan lantang bahwa mereka bersedia menemanimu dari nol? Apakah kamu akan berpikir mereka lah yang terbaik dan pantas menemanimu juga dipuncak? 

Bukankah itu sebuah kalimat yang berlebihan? Bukankah Tuhan sedang menata kita? Bukankah Tuhan yang memiliki takdir seseorang sedangkan kita hanya memenuhi skenario dari Tuhan? .

Ntah siapa yang akan aku temani kelak, dia yang akan aku temani berawal dari nol hingga ia mencapai puncak yang tinggi. Lalu bagaimana bila Tuhan menakdirkan aku datang terlambat untuknya? Apakah aku tak pantas menemaninya pula? 

Bila waktu membawa ketika lelakiku nanti sedang menikmati usaha dan kerja kerasnya. Apa yang harus aku lakukan, ketika membaca tulisan dengan menemani dari kata nol? Apakah aku harus pergi dan mencari lelaki lain yang belum melakukan apa-apa dalam hidupnya?. Menjadi lelaki itu memang tak mudah, saat sendiri ia harus menjaga seorang perempuan bernama ibu, setelah menikah ia harus menjaga perempuan bernama isteri, lalu setelahnya menjadi ayah ia harus menjaga perempuan bernama puteri.

Lalu tidak ada yang salah dengan semua itu.

Semua itu bukan tentang kata nol. Tetapi bagaimana kita menemani langkahnya nanti mengusahakan dan menyemangatinya hingga ia percaya bahwa dia tidak sendiri di dunia ini. Aku yang nantinya akan menjadi perempuanya, membuat ia tak keras kepala dalam hidup. Mengerti bahwa aku akan membawa hidupnya menjadi lebih baik.

Sebab bagiku masih sama lelaki yang hebat selalu berada dalam tangan seorang perempuan yang hebat. 

lalu, lelaki yang penuh cinta dan menjaga perempuannya pernah berada di tangan seorang ibu berhati ratu.

 #30DWC11

Perihal Seorang Hamba



Tuan, tidak pernah ada yang bisa kita tahu bagaimana masa depan akan membawa masing-masing hati. Tidak pernah juga kita tahu bagaimana cara Tuhan bisa membolak balikan hati manusia. Aku pernah begitu merasakannya, bagaimana mengagumi seseorang hingga titik puncak lalu merasa dia biasa saja hingga titik terendah.  

Bukankah manusia adalah seorang hamba? Sedang Tuhan yang sebenarnya memiliki segalanya termasuk benda bernama hati. 
Tuan, ini adalah perihal seorang hamba yang tidak paham apa itu jalan yang benar-benar atau bahkan sebuah jalan yang salah. sebab seorang hamba tidak di pantaskan untuk belagak tahu. 

Tuan, aku pernah meminta pada Tuhan untuk mempertemukan kita di titik terdekat dimana waktu telah tepat adanya. Doa-doa malam yang selalu aku minta untuk mendekatkan aku pada sosok yang mampu membawa aku dalam cintanya dengan baik. Untuk masa kini dan kelak hingga hari kebangkitan. Apakah itu terlalu muluk? Banyak yang mengatakan aku terlalu mendongeng dalam hidup. Tuan, tidak ada dongeng yang nyata. Aku hanya berharap memiliki sosok itu nanti bukan tanpa usaha. Tanpa kata tak ikhlas, aku mencoba berbenah diri untuk dipertemukan sosok itu nantinya. Dia yang mencintai aku dengan penuh, sebagaimana Ali mencintai Fatimah. Lalu, mampukah aku menjadi Fatimah? Ketika sosok Ali ku harapkan?. Mungkin aku tak akan sebaik dan semulia Fatimah namun aku akan menjadikan diriku perempuan dengan usaha terbaik menuju Fatimah pada lelakiku kelak.
Aku selalu berharap Tuhan membantu aku dengan menyeret paksa bila semua jalan yang aku anggap benar ternyata adalah salah. meminta Tuhan memalingkan aku dan memberi kelapangan besar. Aku hanyalah seorang hamba yang tak mengerti mana baik dan benar. Aku hanya ingin memasrahkan kekerasan hatiku bila aku salah.
Tuan, pertemuan itu aku selalu harapkan. Doa-doa malamku tak pernah kenal lelah menuju langit berharap Tuhan mendengar dan mengabulkan.
Mendoakanmu itulah tugasku, setelah doa-doa keselamatan kedua orang tuaku tentunya.
Tugasku kali ini mungkin hanya perihal doa, sebelum nantinya tugas sesungguhnya aku emban. 

Mendoakan agar jalan yang kau tempuh tak cukup sulit, agar kau tak lelah dalam mencapainya. Garis sesungguhnya bukan pula hanya sebuah doa dan usaha, tetapi ketetapan-Nya.




#30DWC10