Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Kamis, 28 Januari 2016

Diantara Kita

Diantara Kita

Tuhan telah menciptakan sebuah perasaan yang tidak pernah diminta bahkan di undang sekalipun. Bagi siapa untuk siapa dan diberi izin atau tidaknya. Sepanjang malam aku memilih dalam sendiri Tuan, memilih untuk tidak ada yang menemani bahkan ketika aku begitu kesepian sekalipun. Aku memiliki duniaku sendiri, aku hanya ingin terbebas dalam sebuah rasa yang terkadang aku tak bisa untuk menanganinya sendiri. Itulah sebuah perasaan Tuan, yang bahkan untuk diriku sendiri saja aku tidak mengerti walau perasaan itu milikku sendiri. Sepanjang hari kuhabiskan dengan kesibukan duniaku, ntah itu aku harus seperti apa tetapi aku hanya percaya kesendirian itu akan Tuhan balas dengan kebersamaan yang menyejukkan hati. Kala aku jatuh pada hati itu, aku tak perlu lag takut untuk sakit atau menjatuhkan perasaanku secara keseluruhan.

Bukan sebab aku pernah terluka lalu takut untuk membagi perasaan. Aku hanya takut menghadapi kenyataan seseorang yang aku cintai nanti tak utuh hatinya padaku. Atau ternyata Tuhan memisahkan aku dengannya sebab bukan takdir. Aku lebih memilih sendiri daripada harus bergulat dengan rasa tak tentu arah. Tetapi aku melakukan kesalahan Tuan, ketika diri ini mulai angkuh dan lupa bahwa Tuhan tak suka hambanya trerlalu percaya diri. aku melupakan bahwa hati yang sedang ada dalam tubuhku adalah hati seorang perempuan, hati seorang hamba yang mudah saja bagi Tuhan untuk membolak-balikannya.

Semuanya yang begitu aku angkuhkan runtuh tanpa aba-aba. Tanpa Tuhan mempersilahkan aku untuk tahu bahkan bersiap-siap menerimanya. Ketika sosok yang begitu menjadi impian yang ntah bermula darimanya. Sosok itu adalah dirimu Tuan. Sosok yang datang membuka hati yang tak pernah ingin aku buka sekalipun. Aku hanya memahami satu hal saat itu, kau lah sosok yang pernah begitu aku kagumi. Perasaan yang bermula hanya ingin mendekat jarak yang tak pernah aku coba sekalipun. Sebuah batas yang tak pernah sekalipun aku tembus sebab keberanian yang tak pernah tumbuh. Ah, Tuan itu bukan  masalah keberanian tetapi sebuah dinding yang sengaja aku buat atau bahkan memang ada diantara kita. Senadainya di sekitar kita semua sama bagi diriku, kau selalu membuka hati.

Bahkan bila aku mengumpamakannya saat itu, aku seperti anak kecil yang sedang berlari lurus kearah dekap hangatmu dengan seribu langkahnya sebab tak sabar untuk menunggu seuntai mimpi indah hadir dihidupku. Kau adalah impian yang dinyatakan oleh Tuhan, Tuan. Impian yang tak sekalipun ingin aku impikan apalagi untuk aku nyatakan. Sebab, Senyummu menguatkan setiap langkah-langkahku.

kau hadir bersama mimpi-mimpi yang terpendam jauh tanpa pernah aku ingin tarik ke permukaan. mimpi yang aku benamkan dalam angan-angan. langkah kedatanganmu membuat sebuah amunisi baru dalam hidupku. aku ingin menjatuhkan segenapnya padamu bila memang diperbolehkan. Namun waktu berkata lain .. 



      Seandainya kau cukup memahami hadirmu sebenarnya dalam hatiku Tuan. Begitu banyak hal yang tak pernah aku percaya kini terjadi. Kau boleh saja menganggap aku seorang nona kecil terlalu lancang untuk mencintaimu kali ini. Aku hanya tak mau menyianyiakan waktu yang bahkan aku sendiri tak tahu sampai kapan waktu itu berada diantara kita. Jangan paksa aku untuk pergi, atau jangan biarkan aku untuk pergi. aku benar-benar tak ingin Tuan yang melakukan dan mematahkan harapan yang ingin aku bangun. Andai saja kau paham tentang hati nona ini mungkin kau tidak akan pernah merasakan hal yang tak nyaman bila aku sedang mencari bahkan meminta. Aku hanya ingin merasakan hal yang sebelumnya hanya bisa aku bayangkan tentangmu. Aku hanya ingin mengerti kali ini bahwa mimpi-mimpi kecil itu tak selamanya seperti dongeng. Aku hanya butuh tahu untuk beberapa hal bahwa tak selamanya aku hidup dalam tulisan. Meski bayangan jingga yang telah aku rangkai dan pernah tergambarkan warnanya tak pernah lagi sama. Atau sudah banyak yang tak sama. Aku masih ingin percaya kau adalah jingganya. Dapat mengubah warnanya kembali sempurna. Biarkan aku jatuh padamu sebenarnya jatuh, agar aku tak perlu takut dengan banyak hal. Inginku sesederhana itu Tuan. Bersamamu dengan impian diantara kita. 

Jumat, 22 Januari 2016

#DiaryCinta : Ini Bukan Tentang Sebuah, Keberanian Tuan.


      Seperti waktu sebelum-sebelumnya, kita tak pernah banyak bicara. Hanya tersenyum basa-basi yang terkadang membuat amunisi untuk diriku sendiri. Seperti waktu yang lalu, kita hanya mampu memasang tampang saling ramah tanpa pernah tahu sedang apa bayangan-bayangan yang tergambarkan. Aku semakin lupa, bagaimana caranya untuk menjelaskan segala rasa yang kini semakin tak karuan untuk sekedar di tanam. Tuan yang sedang aku rahasiakan, aku merindukanmu dalam setiap saat, bahkan sebuah rindu yang begitu terlalu. Namun aku mencoba tidak ingin peduli, atau sekedar untuk menunjukannya didepan matamu. Sebab aku tahu rasa ini tak boleh aku sampaikan kebenarannya. Aku tak mau perempuanmu tahu, perempuan yang kini kau panggil nyonya jelitamu. Tuan, andai saja kau tahu betapa nona ini mencintaimu. Sekali lagi dengan teramat dalam. Namun apalah yang mampu aku lakukan, karena bahkan kau bukanlah milikku. Ini tak benar, tetapi ini membuat candu. Berkali-kali ku coba matikan semuanya, namun setiap itu juga aku menyerah sebab gagal membuat hatiku mengerti. Kau tak pantas untuk dicintai.

Hingga aku menemukan titik dimana kata lelah itu. Aku bahkan tak pernah membayangkan akan lelah mencintaimu dan pada akhirnya lebih memilih mengikhlaskan kita. Bukan kita, aku dan kau. Tetapi kita, aku dan perasaan ini. Aku menyerah mencintaimu dengan lelah. Tuan.

Sudah beratus hari aku menghirup kembali udara yang tidak sesak, sebab tak ada lagi yang memenjarakan aku dengan semu. Aku telah bebas dari cinta sendiri. Namun itu tak bertahan lama, sebab bagaimana caranya kau datang tanpa aku minta, Tuan. Mengapa sekarang? Mengapa harus saat ini? Ketika aku benar-benar tidak membutuhkanmu lagi?. Kenapa tidak dulu saja saat aku menginginkan balasan atas rasaku. Kau kembali membuat aku dalam kisah tak menentu.

“Aku menyayangimu, Ra.” Katamu sambil memandang aku yang kala itu bahkan sudah tak lagi mengharapkan temu mata denganmu.

“Lalu? Bagaimana dengan jelita?.” Ucapku masih tak percaya.

“Boleh aku bersamamu, tetapi aku tidak bisa melepasnya untuk saat ini.”Kalimat itu membuat aku terpaku, tak mengerti denganmu. Aku memilih diam.

“Apakah perasaan itu sudah hilang? Perasaan yang pernah kamu simpan buat ku?. Jujur aku juga memiliki perasaan sama sejak dulu tapi kamu tidak datang di waktu yang tepat.” Kau masih terus menerangkan Tuan, sedang aku masih terpaku dan berdiam.

“Ra, bicaralah. Biarkan aku mendengar jawabanmu, Ra.”

Keheningan kembali menyelinap diantara hembusan napas kita Tuan, aku bahkan bisa mendengar suara detak jantungku tak karuan.

“Aku takut.”

“Takut apa, Ra? Aku benar-benar menyayangimu. Kamu lebih baik dari Jelita, kamu tidak mau menjadi yang terbaik untuk aku?.”

“Kamu salah, tidak ada perempuan baik yang merebut kebahagiaan dan milik perempuan lain.”


Kau terdiam Tuan, aku memilih pergi kali ini meskipun baru ku sadari rasa tentangmu masih begitu kuat tertanam. Aku masih merasakan lemas tubuhku ketika mata kita saling bertatapan. Tuan andai kan kau tahu cintaku padamu tidak mungkin aku matikan atau kau matikan.sejauh apapun langkah kita nanti. Sungguh Tuan, menyatakan perasaan yang aku miliki padamu seperti dulu. Itu bukan lagi tentang keberanian. Ini tentang sebuah hati yang harus dijaga antara bahagia dan sedihku.  

Selasa, 05 Januari 2016

#DiaryCinta : Episode Seribu Hari

      Ku Biarkan layar laptopku kosong tanpa garis sebuah pun. Hanya ada awalan garis yang berkedip di kertas. Sudah hampir satu jam lebih aktivitas ini ku lakukan, termenung di depan laptop tetapi tidak satu kalimatpun berhasil memecah kebuntuan. Tanganku seakan kaku dan beku, tidak biasanya seperti ini hanya ada alasan yang tepat ketika tangan ini tidak mau di ajak menari. Apalagi kalau bukan masalah mood, kalau di bilang aku memang bukan penulis profesional yang masih saja mengandalkan mood untuk menuntaskan tulisan. Layout kertas kosong ini seperti mengejekku sebab tak jua aku nodaiia. Ada sesuatu yang menggoda setiap detik sejak tadi, benda persegi panjang yang sudah lima belas kali aku lihat untuk memastikan sesuatu yang membuat penasaran. Tetapi hasilnya tetap nihil tidak ada yang tertera disana selain gambar Ha Ji Won salah satu aktris korea favoritku.

      Kali ini aku memilih meletakkan kepala yang mulai terasa beratnya. Beginilah setiap menahan rindu. Berkali kali di tepis tetap saja tidak bisa, kalau rindu obatnya hanya kabar. Ini bukan masalah gengsi atau apapun. Aku hanya tidak ingin menganggu seseorang yang sedang aku rindukan itu. Terkadang aku ingin di manja, tetap saja bagaimana pun aku perempuan. Setidak peduli apapun aku tetap perempuan, sapaan kecil saja bisa membuat energi positif yang luar biasa. Kali ini aku harus menghancurkan benteng itu, kali ini saja lah atau aku akan mati karena rindu. Hei, bukan mati sebenarnya itu hanya kiasan saja. Aku seorang penulis sudah terbiasa dengan ribuan kalimat kiasan. Padahal hari ini adalah malam tahun baru, bukan sekedar malam tahun baru tetapi hari ke seribu untuk kami. Menyebalkan.

Kali ini, tanganku mencari benda persegi panjang sejak tadi sudah mengusikku. Dengan cepat kontak nama seseorang aku dapatkan.

“Lelaki Sempurna.” Lalu ku tekan tombol call. Sampai sekarang saja sudah bertahun lamanya tetap saja mendengar suaranya butuh waktu untuk menetralkan situasi dan hatiku.

Tersambung.. ada kejutan yang membuat jantungku seperkian detik berhenti.

“Haloo,” Suara seorang wanita.

“Hallo? Dias sedang mandi.”Wanita itu kembali menyaut. Kali ini tubuhku benar-benar melemas seketika. Tenang Ra, aku menenangkan hatiku sendiri. Segera ku lihat jam di tangan yang menunjukan pukul 08.25. kali ini pertahananku benar-benar melemah. Tenggorokanku kering, mataku memanas.

      Tanpa aku pikirkan lagi, segera saja ku rapikan pakaian dan memesan tiket pesawat.

“Kamu mau kemana?.” Tanya Ririn salah satu temanku.

“Bagaimana pun caranya, aku harus kembali ke Bandung sekarang juga.” Kataku tidak lagi mempedulikan apa katanya, kepalaku sekarang hanya sedang memfokuskan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapa wanita yang berani-beraninya mengangkat teleponku.

Tanpa perlu berlama-lama lagi, aku sudah terbang menuju Bandung dari Surabaya. Aku yang suka menghitung kali ini tidak tahu, sudah hitungan keberapa pesawat ini hingga sampai Bandung.

      Sekarang aku harus secepatnya ke apartemen Dias, semoga saja dia tidak mengganti tempat tinggalnya setelah hampir setahun aku tidak pernah menemuinya. Kepalaku terus di hantui suara wanita sok manis itu, ya Tuhan apa aku sanggup menerima kenyataan ini. Jawaban ratusan pertanyaan yang sedari tadi sudah menguras otakku, terjawab. Seorang wanita tinggi dengan rambut panjang keluar dari apartementnya.

Dan kali ini aku kalah. Lebih baik aku pergi, tak sanggup menyaksikan lelaki yang ku kira sempurna itu tak lebih dari seorang Tuan lemah. Cintanya kalah pada jarak, waktu dan gadis seperti itu. Aku membencimu.

Langkah kaki ini malah membawa ketempat dimana kami pernah menghabiskan waktu bersama.

“Jangan hubungi aku lagi, Kita selesai.” Dengan cepat ku tekan tombol send.
Beberapa menit setelah pesan itu, puluhan pesan Dias masuk secara brutal. Membuat nada yang menyebalkan di telingaku. Aku tidak mau mendengar apapun darinya, aku sangat membenci lelaki lemah apapun alasannya.

      Bandung kota kembang, hari ini adalah perayaan tahun baru. Kembang api dimana-dimana namun aku lebih memilih duduk menepi di sudut jembatan kota kembang. Tempat yang selalu menjadi perenungan paling mujarab dulu dan sekarang. Sesuatu yang silau dimandikan oleh cahaya lampu dijari manisku. Ternyata cincin pemberian Dias masih ku pakai. Aku ingin melepasnya seperti ku lepaskan pemiliknya. Ntah takdir atau apa yang membuatnya begitu sulit kulakukan, cincin itu tak juga mau lepas.

“Mau melepasnya? Bila tidak mau lepas jangan lepaskan.” Suara seseorang membuat amarahku semakin memuncak.

“Aku mau melepasnya!” teriakku sambil berusaha melepaskan cincin itu.

“Jangan lepaskan cincinnya, begitu juga aku. Jangan pernah lepaskan aku.” Lelaki itu menatap lekat mataku, dada bidangnya memelukku. Ku tak boleh kalah, tak boleh.

“Pergilah! Aku tak suka punya Tuan yang lemah!.” Suaraku semakin meninggi.

“Aku tidak pernah lemah. Kamu harus mendengarkan penjelasanku kali ini. Perempuan itu bukan siapa-siapa dia junior di tempat kerjaku. Dia menyukaiku, tapi aku tidak pernah menyukainya atau perempuan lain selain kamu, Ra.”

“Bohong, aku melihatnya.”

“Percayalah, aku mohon percayalah. Aku tidak akan pernah ingin dilepaskan olehmu. Tolong jangan lepaskan aku.”

Matanya memerah, aku mengerti kali ini kenapa seribu hari pun tetap saja ada keteduhan dalam matanya.Aku mundur perlahan mencoba mengerti keadaan, tetapi hatiku tetap terkoyak. Matanya masih sayu menatap, tangannya menahan bahuku.

“Jangan, aku mohon percayalah.”Lirih suaranya tenggelam oleh suara kembang api memecah langit malam ini.