Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Senin, 28 Desember 2015

Terimakasih telah ada ..



Tuan, andai semua kini memang sudah di takdirkan Tuhan untuk memberi aku kesempatan. Tolong jangan pernah mematahkannya untuk kesekian kali lagi. Dulu, cukup sajalah aku itu dulu. Hanya mampu memandang jauh lekat wajahmu sambil menahan gelombang sesak yang ntah darimana asalnya. Ah, bagaimana mungkin menyimpan rasa padamu bisa membuat tubuhku gigil lemas bila menyapa. Hei, aku selalu menunggumu datang untuk sekedar bertemu. Tapi sayang, menemukanmu dimana dan kapan itu sulit rasanya. Aku harus menekan berkali kali rindu itu sampai tenggelam benar, yah bagaimana lagi aku ini cuma penganggum rahasia kata orang. Menunggu kedatanganmu hingga aku lupa, sedang apa aku? Menunggu siapa aku? Aku menikmati masa-masa itu sambil bahagia bila waktunya aku mendapatkan senyummu di sisi lain. lucu bukan?

Rinduku memang tak punya Tuannya, padahal banyaknya tak berkesudahan. Kalau pun bertemu untuk memiliki Tuannya manalah mungkin terjadi. Bisa-bisa aku di hantam baja, bukan perihal nyonyamu tetapi baja yang aku buat sendiri sebenarnya. Kata orang memendam rasa hingga kau kehabisan waktu itu hal paling menderita. Tetapi untukku, mencintai diam adalah cara paling istimewa sampaikan rasa padamu. Hal kecil apapun tentang mu itu bisa menjadi hal paling berarti untukku. Ketika kamu memanggil namaku saja, itu sudah cukup mencuri degub jantungnya lebih dulu. Bayangkan saja lah betapa noraknya nona sendirimu ini, aku bisa berteriak kegirangan sendiri pada teman perempuanku. Menumpahkan bahagianya hati. Tetap saja tidak begitu peduli untuk arti kewarasan. Bagiku memiliki rasamu sudah membuat gila dalam arti berbeda. Tapi sayang, itu bukan khusus semua orang melakukannya.

Tuanku yang memiliki mata sipit, aku panggil apa sajalah yang penting kamu. Aku suka matamu yang minimalis itu, meskipun sulit rasanya mencuri maniknya. Bagaimana untuk dicuri, meliriknya saja tak pernah ada keberanian. Lagi lagi aku terlalu menyukaimu tetapi tak begitu peduli dengan keberadaanmu.

“Apa yang menjadi alasan kamu suka dia?.” Ini pertanyaan salah satu teman baikku.
Kau tahu jawabanku apa? cukup satu kalimat menegaskannya. “Alasannya karena itu dia.” Simpel bukan, ya sesimpel perasaanku bila menemukanmu.

Dilain hari percakapan yang terkadang membuat aku begitu bingung.

“Buat apa suka sama punya orang, kayak nggak ada laki laki lain.” kata Salah satu temanku lagi.

“Hei, nona. Kalau kita suka sama orang nggak peduli dia punya orang atau nggaknya.”

“Kamu itu aneh, kalau kita suka sama orang harapannya buat dapet balesan kan?.”

“Iya sih, tapi kalau aku sih nggak peduli dianya mau kayak gimana itu urusan dia. Kalau urusan aku cuma satu, aku suka dia. Gituuu.” Jawabku.

Jawaban yang sebenarnya adalah hiburan untuk diriku sendiri, benar Tuan setiap perasaan selalu berharap sebuah tempat. Tetapi bila memilikinya saja sudah membuat bahagia sudah cukup rasanya. Sebab Tuhan selalu tahu bukan apa yang kita butuhkan?. Mimpiku sekedar sederhana Tuan, memuisikan kita dalam kata hingga semesta tak menjadi rahasia.
Terkadang aku tersadar juga, apa gunanya menyukai kamu yang jelas-jelas sudah ada nyonya menemanimu.

Namun kini, aksaraku menjerit lantang.

Tatkala skenario Tuhan tentang kita merdeka.

Menendang nyonyamu, Tuan. Sebuah episode dengan judul Kita.

Merdeka itu perkara gampang Tuan, tinggal membuang nyonyamu dalam cakap kita yang panjang.

Meskipun hanya seperkian detik, meskipun sudah bertahun lamanya. Namun tetap saja istimewa cukup membuat senyumku bermalam-malam mengembang nantinya.

Terimaksih telah ada, Tuan. Menemani mimpi panjangku tentang aku lalu tentang kamu dalam atap yang sama. Kelak.




Rabu, 23 Desember 2015

Remove : Pangeran Vespa Putih

 #Episode Suara Rindu di Kantin Bebek

           Pangeran Vespa Putih yang suka sekali menghilang ntah kemana kalau sedang di rindukan seperti ini. Hei, aku benar-benar merindukannya? Biar sajalah ku coba rindu asal tak di buat terjatuh hingga ngesot. Beberapa lalu aku benar-benar di buat kepayahan dengan dilema besar tentang lelaki bernama Arjun itu,” bukan Arjun Vio!” Kata Wulan setiap aku memanggil namanya Arjun.

“Namanya, Tian. Ti-An not Ar-Jun.” Wulan selalu mengomel setiap aku salah sebut, tapi apa pedulinya aku lebih menyukai nama Arjun sebab itulah yang membuat aku begitu mengagumi sosok Pangeranku. Duh, pipiku terasa hangat setiap mengingat lelaki itu. Oh, Tuhan maafkan hambaMu yang sedang jatuh cinta ini. Kali ini aku tidak mau lagi menjadi perempuan galau seperti teman-temanku. Biar sajalah ku nikmati perasaan ini, toh ini hatiku bukan hatinya. Cukup beberapa hari kemarin aku di buat merenung hebat, makan pun tak enak bahkan sup bebek itu terasa hambar di lidah. Menyebalkan sekali, makanan kesukaanku itu bisa terasa hambar karena hamba seperti dia. Lagi-lagi aku merasa bersalah pada Tuhan karena si Vespa itu.

“Satu sup sama es jerukny ya, bunda.” Kataku kepada bunda kantin. Kali ini tidak boleh ada yang mengganggu selera makanku, termasuk lelaki Vespa putih itu.

Beberapa menit sudah, akhirnya makanan yang sudah aku pesan telah nangkring di atas meja. Hemm, enaaaaak! Suapan pertama begitu nikmat rasanya, masa bodohlah orang mau melihat aku aneh atau kurang waras dengan ekspresi wajah yang tidak tahu seperti apanya. Asal aku bisa makan sekarang dengan nikmat tanpa gangguan siapa pun.

Tetapi diluar rencana, suapan ke empat bunda menyalakan radio. Ah, Jangan sekarang! Ingin rasanya aku berteriak seperti itu untuk menghindari sesuatu.

“Masih bersama saya Arjun Kemal menemani anda sahabat kampus, selama dua jam kedepan saya akan menemani anda dengan lagu-lagu.... blablabla.” Tepat dugaan ku, hari ini jadwal si Pangeran Vespa Putih mengudara. Tiba-tiba selera makanku seperti terserap hingga habis. Sup bebek itu berubah jadi sup kentang yang melihatnya saja sudah membuat enek.

“Bunda mengapa harus sekarang..” Lirihku sambil menelan ludah.

Ternyata aku begitu merindukan suaranya, beginilah cinta dalam diam. Diam-diam rindu, diam-diam peduli, diam-diam sakit hati. Lucu.  Tapi menyebalkan sekali kali ini kantin mulai banyak penghuni yang mengganggu ruang dengarku. “Hei, berisik!.” Ingin aku berteriak seperti itu tapi sayang yang mampu dilakukan hanya mempertajam indra pendengaranku agar bisa jelas mendengar suara Pangeran Vespa Putihku.

“Buat kamu yang pengen kirim salam dan request lagu langsung saja ke nomer 0823-4444-2424.....” sekilas tapi jelas aku mendengar waktu yang tepat untuk menyapa pangeranku. Segera ku raih handphone benda persegi panjang yang sudah bersarang laba-laba karena tak pernah aku sentuh.  Dengan ulet ku ketik setiap tombol di handphone setelahnya sambil tersenyum nyaris seperti orang tidak waras menekan tombol “Send”. Aku tak peduli, sebentar lagi pesanku akan di baca  oleh Arjun Kemal. Si ganteng Vespa Putihku.

“Ada pesan dari Nina...” Hei kalian tahu Nina itu inisial yang aku buat arusan agar tidak ketahuan, duh mau pakai inisial atau tidak tetap saja Arjun tak akan mengenaliku. Biar sajalah yang terpenting ini giliran pesanku.

“Selamat siang mas Arjun, semoga selalu sehat yah. Hari ini udaranya panas tetapi setelah denger suara mas Arjun jadi adem, hehe. Aku mau kirim pesan itu saja sih, masalah lagu apa saja pilihan mas Arjun deh aku dengerin.”  Itulah kira kira bunyi pesan yang aku kirim tadi. Pasti norak sekali, aku bahkan mendengarnya saja membuat perutku mual. Ah, semoga saja Arjunku tidak merasakannya.

“Terimakasih, buat Nina yah. Semoga selalu dalam keadaan adem walau nggak ada saya. Ini lagu khusus untuk Nina When I Wash You Man.” Katanya sambil tertawa dengan suara khas itu. Lagi lagi aku merasa meleleh.

Andai lagu itu beneran pernyataannya untuk aku, tak perlu di tanya lagi aku akan menjawab dengan cepat. “yes yes yes.”

Hari ini aku benar-benar bahagia, menikmati rindu pada Pangeran Vespa Putihku. Selamat siang, pangeranku.



Kamis, 17 Desember 2015

DiaryCinta: Episode Baru

                Hujan sore ini, aku masih saja menyukai hujan lebih dari apapun. Ntah mengapa dan sejak kapan aku terpesona pada rintiknya. Mungkin saja hujan mengingatkan aku pada sosokmu Tuan. Sebab aku mengenalmu dalam rintik hujan. Begitu aku ingat basah rambutmu sebab hujan, kala itu aku benar-benar membeku karena pesonamu. Bukan karena dinginnya hujan yang begitu aku suka.
                Kecintaanku pada hujan masih sama tidak berubah barang seinci pun. Namun ada yang berbeda saat ini. Setiap hujan turun, aku tidak sebahagia dulu. Ada rasa yang hilang pada hujan. Bukan pada hujan melainkan pada namamu Tuan. Tidak ada aku yang dulu lagi Tuan. Meski kini kamu berbeda dari yang dulu, kau kini membawa bingkisan yang (pernah) begitu lama aku tunggu. Sebuah detik yang pernah menunggunya tanpa pernah ada kata je(n)uh. Tetapi itu adalah dulu bukan saat ini. Mungkinkah ini batas yang banyak orang bilang titik lelah. Tuan, tidak pernah sekali pun aku bayangkan berada pada posisi itu. Tapi aku tetaplah seorang makhluk yang tak ada daya bila semesta menyeret aku dengan tegapnya. Aku tak sanggup lagi bertahan Tuan. Tertatih seorang diri tanpa pernah sekali pun kau peduli seberapa dalam lukanya. Lalu mengapa kini kau datang. Datangmu mengapa begitu terlambat Tuan. Mengapa? ..
                Tuan, ku katakan sesuatu yang tak sekali pun niat hati bicara. Kali ini melihat wajahmu sebentar saja aku mulai tak sudi. Sebab aku yang baru mulai datang, meninggalkan aku yang dulu tak berdaya pada pesonamu. Namun, ada sesuatu yang tak pernah bisa aku pastikan. Sesuatu itu adalah rasa ini yang entah masih ada atau telah aku buang. Bisa saja waktu telah membawanya pergi ntah kemana, aku sendiri pun tidak tahu. Tuan, untuk apa kau datang sekarang? Membawa rinduku yang tidak pernah berTuan.  
Tidak perlu lah kau mulai pembicaraan denganku Tuan, sebab aku tidak ingin mendengar apa pun darimu. Dimana dirimu yang dulu? Dirimu yang tidak sekalipun memberi aku sebelah telingamu untuk mendengar suara nona ini.

Tidak perlu lah rasanya kau mengubah penampilanmu seperti apa yang aku suka, sebab tidak akan meluluhkan hatiku. Dimana dirimu yang dulu? Dirimu yang tidak pernah melihat hadirku meski pun dengan sebelah matamu. Memandang aku yang begitu mati-mati(an) ingin menjadi baik di hadapanmu.

Tuan, aku mohon tidak perlu kau mencoba membuat aku tersenyum. Sebab senyummu sudah bukan tempat aku jatuh berkali-kali. Kamu bukanlah orang yang dulu pernah begitu aku tunggu cintanya. Tepatnya, aku bukan lah nonamu dulu lagi. Tuan kembalilah, lebih baik kau seperti dulu. Agar tidak ada yang tersakiti. Aku tidak ingin menyakitimu, membuatmu terluka. Seperti aku yang dulu pernah menahan dan menangis hingga air mata tandas tanpa sebab yang jelas.

                Tuan, itulah hati. Tidak pernah selalu sama. Sang Maha Cinta memiliki bejuta cara membalikannya tanpa perlu penjelasan. Aku bukan nona yang dulu, mendoakanmu. Menolak beberapa hadirnya hati hanya untuk kamu yang jelas hatinya bukan untukku. Kau cukup belajar untuk tidak merendahkan siapa pun saat dicintai. Sebab hati orang yang mencintai itu tidak pernah mengerti mengapa harus mencintai. Kini, aku hanya mengerti. Bukti cinta salah satunya adalah melepaskan. Aku telah melepasmu, jauh sebelum kau mengerti apa itu di hadirkan dalam kisah seseorang.
Selamat tinggal Tuanku yang dulu, Tuan angkuhku dalam hati nona yang dulu.



#Tulisan yang terinspirasi dari lagu Tulus berjudul Baru. Di dengarkan ketika hujan bulan november hadir ketika senja mulai datang. LatePost

Kamis, 03 Desember 2015

#DiaryCInta : Episode Lepas

Inilah waktunya aku mengemas ulang hati. Maka saatnya aku untuk kembali memeriksa ulang diri. Tuan, inilah saatnya aku pergi. Karena aku mulai merasa tak pantas berada disini. Bukan sebab aku saja namun sebab semuanya. Bukan karena aku tak mau lagi menemanimu pula.

Barangkali memang bukan aku yang selama ini kau rapal dalam doa. Barangkali memang bukan aku yang kau rencanakan dalam masa depanmu. Seharusnya dari awal aku sadar siapa sebenarnya aku. Bukan malah terbuai terlalu jauh dalam dekatmu, hingga aku melupakan hal yang penting siapa aku. Tuan, mungkin selama ini aku terlalu banyak merampas dan mengganggu waktumu. Hanya untuk sekedar memuaskan rinduku saja. Rindu yang sudah lama tidak pernah bertuan.

Tuan .. aku mencintaimu tapi kenapa begitu banyak hambatan ..

Tuan aku ingin bersamamu .. tetapi kenapa bukan hanya aku yang disana ..

Tuan aku berharap bisa membawamu dalam mimpiku.. tapi mengapa semesta menghancurkannya dengan tanganmu ..

Tuan, pesanku kau harus bahagia. Meski nantinya bukan aku lagi yang menjadi alasannya. Aku yakin sekali kalimat ini terlihat begitu munafik, benar saja aku tak akan bisa rela melihatmu bahagia selain denganku. Tetapi Tuan, kau tahu siapa aku. Aku hanyalah seseorang yang ingin melihatmu bahagia. Tak kesepian, apalagi melihatmu menangis.

Bila tanpanya hatimu begitu berat, hingga membuatmu terluka dan menangis. Jangan Tuan, aku tak ingin melihatmu menangis demi apapun itu.

Tuan, baik-baiklah disana bersama nyonyamu itu. Nyonya cerdasmu, yang telah tak sengaja aku rampas bahagianya. Sebab kesempatan tak pernah datang untuk kedua kalinya Tuan. Aku tak ingin kehilangan kesempatan, aku ingin bersamamu kala itu. Nyonya yang telah mengizinkan aku sejenak merasakan arti hadirmu dengan terpaksa mungkin.

Tuan, kini berbaliklah jangan kau bimbang kembali. Aku tak apa Tuan, asalkan kamu bisa tak menangis. Aku tak suka melihatmu menangis, aku tak suka melihatmu kebingungan, aku tak suka melihatmu bersedih.

Kesempatan itu bukan untukmu, melainkan untuk aku yang ingin mempercayai bahwa aku benar-benar berarti untukmu. Namun kenyataan terkadang tidak sesuai dengan harapan.

Kau tak perlu takut bagaimana bentuk lukaku. Perih itu urusanku, seperti rasa sukaku itu urusanku. Akan aku cari sendiri bagaimana cara menyembuhkannya.

Tuan, malam ini untukmu ku rapalkan agar doa terbaikku melangit. Bila di sampingmu Tuhan tidak mengizinkan aku.

Maka cukup ingat, aku sebagai seorang yang begitu mencintaimu. Seseorang yang pernah berjuang untukmu. Sampai akhirnya aku harus mengalah karena aku tahu tidak semua ingin ini takdir yang di restui.

Aku bahagia Tuan, pernah menjadi alasanmu utuk berbahagia meski tidak seberapa lama.


Tersenyumlah, ketika kau ingat nona kecil dengan ribuan permen kecil ditangannya pernah mencoba memaniskan duniamu.





#LaguLepas







Selasa, 01 Desember 2015

Kamis, 12 November 2015

Aku Tak Mau Memakai Judul

                Hujan malam ini saja dinginnya tidak mampu aku rasakan seperti biasanya. Kali ini aku jauh lebih dingin dari namanya hujan. Tubuhku tak singkron, mulutku kelu dalam bicara. Seperti orang yang bisu tak mampu bergumam untuk memulai cakap. Seandainya aku bisa menangis, ingin ku maki juga semesta yang telah menjatuhkan auroraku. Namun semua hanya lah tak mungkin. Menangis bukan selalu dalam bentuk bulir air mata yang jatuh pada pipi, bisa saja ia bersembunyi dan lebih dari itu. Aku hanya mampu membentang sajadah panjang, menghujam Tuhanku dengan doa-doa untuk melapangkan hati. Aku hamba yang salah, tak seharusnya aku melakukan ini. Namun aku tak bisa apa-apa.

                Aku tidak mengerti diriku sendiri, memahami apa maunya. Meski hati ini milikku sendiri, terkadang ia seperti makhluk asing yang menentang jauh logikaku. Seperti kala ini.
Melepasmu ? melepasmu sama saja membiarkan sepotong hatiku di bawa pergi. Aku harus bertahan dengan sepotong hati yang lain. Rasanya kosong, hambar dan hampa. Aku tak pernah ingin melakukaknnya, bahkan tak yakin bisa melakukannya. Sebab harapan dan angan telah jauh menembus batas perbatasan impian. Harapan yang aku seduh dalam takdir Tuhan. Kuingat kembali percakapan kita selama ini selalu masuk dalam kategori debat tetapi biasa saja. Sebab semua itu aku suka. Namun tidak untuk malam itu. Tuan, kau mengoyaknya tanpa permisi. Lantas bagaimana kini caranya aku memulihkan semuanya? Sesalku hanya satu mengapa harus kamu yang melakukannya.

Tuan ...


Pernah kau dengar seseorang mengadahkan tangannya menyampaikan pintanya pada langit yang mulai berperang dengan nuraninya?
Pernah kau melihat seseorang membiaskan detak dadanya dengan senyuman lebar dihadapanmu?
Pernah kau melihat seseorang menyembunyikan degub jantung yang di curi sebelum ia berdegub dengan ketusnya?

Jawabanya hanya adalah satu.

                Tuan, ketika ku katakan aku menyukaimu lebih dari hujan malam ini. Nyatanya memang selalu begitu, sebab dinginmu selalu menghangatkan. Tetapi, kini ku rasa jauh lebih dingin yang membekukan. Tuan, bila aku katakan menyayangimu kau akan percaya? . Sudahlah, biar aku yang memahaminya sendiri, menikmatinya sendiri (kembali). Senja dengan warna jingganya. Bentuk cinta yang lain bisa saja ia melepaskan. Aku kembali sendiri menjadi nona senja si Penjaga jingga.


Ini bukan perkara cinta mati, lalu mesti bersama tanpa tapi.

Ini adalah berserah diri atas apa yang memang bisa dimiliki dan harus dilepaskan tanpa memaki. Mendoakan semoga dia yang dipilih kemarin hingga detik nanti adalah dia yang menemani anak-anakmu membagi keluh mereka atau sekedar bermain bola.


Semoga saja pertemuan kita adalah takdir dan rencana Tuhan. Bukan sebuah seknario semesta untuk membuat aku tak lagi merapal namamu. Meskipun setiap perempuan ingin menjadi pilihan. Tetapi aku tak pernah ingin menjadi pilihanmu, maka jadikan aku tujuanmu. Tuan, ku harap kamu bukanlah kamu yang sama. Sebab, bila itu bukan orang lain akan ku semogakan kamu adalah orangnya kelak. 

Selasa, 10 November 2015

Sekarangku



Sebenarnya cinta yang benar adalah memperbaiki bukan malah pergi meninggalkan ...

Jika benar aku pergi nanti Tuan, Carilah sesuatu yang bisa membawamu padaku sesaat. Sebab telah aku tinggalkan salah satu puisi melalui selembar kertas putih. Puisi yang tidak pernah sempat aku bacakan dan sampaikan padamu. Setelah kau menemukannya selembar kertas putih dengan puisi di dalamnya. Aku yakin langkahku telah jauh pergi meninggalkanmu. Bukan pergi karena cinta itu tidak membenarkan hanya saja pergi sebab hal yang kamu tahu tanpa kamu pahami.

Tuan, mulai sekarang belajarlah membaca puisiku. Sebelum kau tahu aku pergi hanya meninggalkan tulisan. Tulisan yang menyisakan bukti cinta pernah ada antara aku dan kamu. Bukan, antara aku dan kamu tapi antara aku dan tak acuhmu.

Sekarangku ..
Sekarangku katanya kamu ..
Katanya kamu adalah sekarangku ..
Sesederhana itu kata sekarangku.
Namun tidak sesederhana kamu ..

Tuan aku tidak pernah ingin melihatmu murung. Sebab air mata bisa saja melunturkan setiap pesonamu. Lelaki tak seharusnya menangis. 

Aku tidak mau melihatmu dimakan sepi!

Mungkin kamu merindukan ruang kebahagiaan. Kamu seharusnya mengunjungi dan menikmatinya. Tetapi sudahlah tidak ada gunannya mungkin aku katakan sekarang.
Tuan, suatu hari kamu tidak menemukan dan lelah mencari. Lalu ingatlah satu hal bahwa pernah ada yang meng-amin-kan datangmu pada doa-ku sudah lama untuk kau sambut aminnya.

#DiaryCinta : Episode Baru- Tulus

                Hujan sore ini, aku masih saja menyukai hujan lebih dari apapun. Ntah mengapa dan sejak kapan aku terpesona pada rintiknya. Mungkin saja hujan mengingatkan aku pada sosokmu Tuan. Sebab aku mengenalmu dalam rintik hujan. Begitu aku ingat basah rambutmu sebab hujan, kala itu aku benar-benar membeku karena pesonamu. Bukan karena dinginnya hujan yang begitu aku suka.
                
Kecintaanku pada hujan masih sama tidak berubah barang seinci pun. Namun ada yang berbeda saat ini. Setiap hujan turun, aku tidak sebahagia dulu. Ada rasa yang hilang pada hujan. Bukan pada hujan melainkan pada namamu Tuan. Tidak ada aku yang dulu lagi Tuan. Meski kini kamu berbeda dari yang dulu, kau kini membawa bingkisan yang (pernah) begitu lama aku tunggu. Sebuah detik yang pernah menunggunya tanpa pernah ada kata je(n)uh. Tetapi itu adalah dulu bukan saat ini. Mungkinkah ini batas yang banyak orang bilang titik lelah. Tuan, tidak pernah sekali pun aku bayangkan berada pada posisi itu. Tapi aku tetaplah seorang makhluk yang tak ada daya bila semesta menyeret aku dengan tegapnya. Aku tak sanggup lagi bertahan Tuan. Tertatih seorang diri tanpa pernah sekali pun kau peduli seberapa dalam lukanya. Lalu mengapa kini kau datang. Datangmu mengapa begitu terlambat Tuan. Mengapa? ..


Tuan, ku katakan sesuatu yang tak sekali pun niat hati bicara. Kali ini melihat wajahmu sebentar saja aku mulai tak sudi. Sebab aku yang baru mulai datang, meninggalkan aku yang dulu tak berdaya pada pesonamu. Namun, ada sesuatu yang tak pernah bisa aku pastikan. Sesuatu itu adalah rasa ini yang entah masih ada atau telah aku buang. Bisa saja waktu telah membawanya pergi ntah kemana, aku sendiri pun tidak tahu. Tuan, untuk apa kau datang sekarang? Membawa rinduku yang tidak pernah berTuan.  

Tidak perlu lah kau mulai pembicaraan denganku Tuan, sebab aku tidak ingin mendengar apa pun darimu. Dimana dirimu yang dulu? Dirimu yang tidak sekalipun memberi aku sebelah telingamu untuk mendengar suara nona ini.
Tidak perlu lah rasanya kau mengubah penampilanmu seperti apa yang aku suka, sebab tidak akan meluluhkan hatiku. Dimana dirimu yang dulu? Dirimu yang tidak pernah melihat hadirku meski pun dengan sebelah matamu. Memandang aku yang begitu mati-mati(an) ingin menjadi baik di hadapanmu.

Tuan, aku mohon tidak perlu kau mencoba membuat aku tersenyum. Sebab senyummu sudah bukan tempat aku jatuh berkali-kali. Kamu bukanlah orang yang dulu pernah begitu aku tunggu cintanya. Tepatnya, aku bukan lah nonamu dulu lagi. Tuan kembalilah, lebih baik kau seperti dulu. Agar tidak ada yang tersakiti. Aku tidak ingin menyakitimu, membuatmu terluka. Seperti aku yang dulu pernah menahan dan menangis hingga air mata tandas tanpa sebab yang jelas.
                
Tuan, itulah hati. Tidak pernah selalu sama. Sang Maha Cinta memiliki bejuta cara membalikannya tanpa perlu penjelasan. Aku bukan nona yang dulu, mendoakanmu. Menolak beberapa hadirnya hati hanya untuk kamu yang jelas hatinya bukan untukku. Kau cukup belajar untuk tidak merendahkan siapa pun saat dicintai. Sebab hati orang yang mencintai itu tidak pernah mengerti mengapa harus mencintai. Kini, aku hanya mengerti. Bukti cinta salah satunya adalah melepaskan. Aku telah melepasmu, jauh sebelum kau mengerti apa itu di hadirkan dalam kisah seseorang.
Selamat tinggal Tuanku yang dulu, Tuan angkuhku dalam hati nona yang dulu.



#Tulisan yang terinspirasi dari lagu Tulus berjudul Baru. Di dengarkan ketika hujan bulan november hadir ketika senja mulai datang. 

Rabu, 04 November 2015

#DiaryCinta : Episode HilangKu



Langkah kita masing-masing sudah jauh. Tidak searah lagi atau bahkan sudah tak sama dalam tujuan. Namun aku belum mampu mengubah sikap, atau memalingkan wajah dari namamu. Sudah selama apa kita dipisahkan dalam jarak dan waktu. Jarak bukanlah penghalang yang tepat untuk di jadikan kesalahan, namun waktu lah yang sudah merangkak pergi. Waktuku sudah tidak bisa ku persembahkan lagi untukmu dan waktumu bukan untuk aku lagi. Aku sangat ingin mengatakan kata “iya” (lagi), namun datangmu tak juga tiba. Melihat wajahmu barang sebentar aku pun tak sudi. Tetapi aku bersumpah demi Tuhan, bahwa rasa itu masih sama.  Aku ingin menangis, namun aku tidak mau kau melihat aku menangis. Mengertilah, aku ini lelaki tidak mungkin aku menangis. Aku benci menangis, sebab aku tidak mau di anggap lemah. Namun waktu terus meminta hadirmu kembali. Hatiku menuntut untuk mendengar suaramu lagi, amarah setiap aku melakukan kesalahan. Namun kamu tetap memberi semangat dalam langkahku. Apalah dayaku, semesta terlalu kuat menyeret ragaku menjauh darimu. Tidak cukup aku meronta, melepaskan diri untuk berlari ketitik terdekatmu. Itulah gambaran, betapa aku ingin menjadi lelakimu (lagi). Aku membenci diriku, yang masih saja berharap kembali pada detik-detik itu. Detik dimana, kamu bersandar pada bahuku. Kamu menangis dalam pelukku lalu tertawa dalam ruas jariku. 

          Pada setiap detik yang aku punya, baik itu sekarang atau pun kelak. Hanya tumbuh satu pertanyaan tentangmu. Kapan kamu datang? Aku sudah cukup lama menunggu, aku sudah cukup lama bersabar menanti, aku mulai meradang menahan rindu. Kau kemana? Tidak pernah ada lagi bayangan yang selalu aku tunggu. Mungkin aku terlalu berpikir tentang detik, dimana kamu datang meminta untuk aku temani. Detik itu tidak akan pernah datang. Seharusnya aku tidak menyesali itu, membiarkanmu sendiri tanpa aku peduli. Andai saja waktu bisa ku putar jauh. Aku rindu tidak mengenal kau. Sebab ketiadaanmu aku merasakan jatuh yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bernapas menyesakkan, udara tidak lagi sama. 

         Hilang, Mungkin kau sudah berbahagia dengan lelakimu. Sedang aku masih menunggu sosokmu yang setiap hari tidak juga hilang. Aku tidak paham dengan langkahku. Aku kini telah jatuh pada lubang hitam yang tidak mau melepasku. Hilangmu membuat jiwaku terkuras. 

“Kita hanya butuh waktu.” Katamu sambil tersenyum. Bagaimana bisa kau tersenyum di kala hatiku hancur tidak karuan.

“Kita akan bersama bila Tuhan sudah berkehendak di waktu yang tepat. Kini kau hanya perlu mengerti.”

Aku terdiam ketika kalimat itu jelas dan tepat kau katakan, Hilang. Bagaimana caraku menghilangkanmu dalam kata kehilanganku.

kau mulai menghilang. Kalimat beberapa tahun yang lalu itu masih ku ingat. Kini aku tidak tahu berapa lama lagi aku harus menunggu. Tepatnya kapan aku harus datang, ketika waktu mencurimu dari sisiku.
lelaki ini bukan lagi lelaki yang begitu menantimu suatu saat nanti. Bila kau masih begitu keras kepala tidak jenuh untuk bersembunyi.  Hilang biarkan aku terlepas dari hilang, atau kau menghilang dalam hatiku.

Senin, 26 Oktober 2015

Terimakasih Tidak Membuat Aku Jatuh Cinta

                
                Mengagumi seseorang terkadang perasaan yang abstrak untuk dipahami. Kita selalu merasa kebingungan ketika berhadapan dengannya. Sama seperti perasaan yang persis aku rasakan padamu. Sesuatu yang pernah begitu dalam namun biasa tidak pernah membuat debaran pada jantung. Tetapi tetap saja pesonamu selalu membuat aku kagum, ntah apa yang membuatmu menarik. Dalam mataku begitu menyukai setiap kalimat-kalimat kamu susun begitu sempurna. Kalimat itu begitu tergambar jelas, kamu begitu cerdas dan menawan. Mengagumimu dari jauh sebatas itu yang pernah ku rasakan selama ini. Tidak pernah ku biarkan hati berjalan melebihi koridornya, tidak pernah ku biarkan rasa penasaran menembus benteng pertahanan yang sedang ku bangun. Meskipun aku kebingungan, rasa apa yang sedang aku rasakan padamu, Tuan. Tetapi aku masih sanggup menekan perasaan kebingungan itu sedalam mungkin. Aku takut menemukan kenyataan yang menyakitkan membuat aku harus sadar pada sesuatu. Bahawa nyatanya kau tidak seperti dugaanku. Mungkin manusia memang tidak terlepas pada kekurangan, tetapi aku ingin tatapan sempurna pada bayanganmu tidak bernilai minus sama sekali.

                Berjalannya dengan waktu. Aku mengerti perasaan apa yang sebenarnya ku rasakan pada namamu. Bila memang aku telah gagal dalam episode yang aku bangun untuk tidak luluh dan jatuh. Tetapi rasa yang lama ku tekan akhirnya ia membuyar bagai aksara yang selalu ku tuang. Sudahlah, aku tidak peduli seperti apa aku sekarang. Aku hanya ingin mencari sebuah kebahagiaan. Namun mengaggumimu dalam diam layaknya sesuatu yang begitu menyenangkan. Lantas, apakah semua itu harus ku bagi sekarang?  aku masih tidak ingin membaginya, tetapi sekali lagi memendam bukan hal yang baik. Tapi diam adalah cara paling baik dalam sebuah perasaan. Sebab dengan diamnya pun hujan bisa menyampaikan perhatiannya pada bumi.

Biarkan aku yang memeliharanya. Sebab bila aku telah jatuh cinta. Aku takut kau kewalahan dengan segala sikap dan sifat yang menjengkelkan. Tuan, bila kau tak siap jangan buat aku jatuh cinta. Sebab setiap perempuan tidak pernah berharap banyak untuk sebuah perasaan. Masing-masing dari mereka bisa menahan atau memblock apa yang seharusnya tidak di rasakan. Namun terkadang lelaki lah yang meminta tempat. Meminta untuk diberi kesempatan, lalu setelahnya mereka sia-sia kan. Kalau saja aku tidak ingat bahwa perempuan itu harus lembut. Ingin rasanya ku maki lelaki yang berani meninggalkan perempuan setelah mereka sudah mulai mencintai atau sekedar menumpu harap pada lelaki. Mungkin itulah bayangan pada diriku sendiri. Aku bisa menjaga perasaan agar tidak tumbuh dan menunas. Aku bisa menetralkan selama itu ku lakukan sendiri. Jadi, Tuan bila pada dasarnya kamu tidak pernah berniat bersamaku. Jangan pernah mencoba bersamaku. Bila hatimu kau simpan nyonya dengan nama perempuan lain jangan pernah usik tentang ku. Sudah ku katakan aku bisa seorang diri dan hanya membutuhkan diriku sendiri, asalkan kau tidak pernah hadir. Kesempatan tidak selamanya harus di ambil terkadang kita cukup tinggalkan. Sebab ada kesempatan bernama ujian atau kajaiban. Andai saja hadirmu hanya untuk mencoba jangan pernah datang. Sesungguhnya aku tidak akan pernah sudi menghadirkan kedatanganmu. Aku tidak pernah ingin menimbun harap pada kadar lebih. Tetapi segalanya akan berbeda bila aku sudah memiliki rasa untuk memilikimu. Seperti kala ini.

ketika ......


Tuan, Bila kamu mengerti maksudku kali ini. Aku akan mengatakan sesuatu kalimat yang paling berarti. Terimakasih tidak membuat aku jatuh cinta, Tuan. 

#DiaryCinta : Nona Cinta Sendirimu

Bagaimana malammu kali ini Tuan. Sudah lama sekali aku tidak menyapamu melalui rangkaian aksara yang ku buat indah. Tepatnya, ku buat indah untuk aku nikmati sendiri. Masih kah kau dalam ruang menunggu? Menunggu sesuatu yang belum pasti datang. Aku tidak berkata sinis hanya saja masih terheran ada seseorang yang rela menunggu sepertimu. Tanpa kepastian dan tanpa kejelasan. Kau itu aneh! Sebaiknya pergilah, tidak ada siapa pun yang menginginkan untuk di tunggu. Jangan memaksakan yang tidak mungkin. Jangan lagi menjadi seorang penunggu setelah itu kamu uring-uringan bila yang kau tunggu tidak sesuai harapan. Hei, Tuan. Dia memiliki kehidupannya, kau tidak bisa mengurusi hidupnya untuk menerima kata tunggu darimu. Kenapa kau begitu keras kepala? Apa yang membuatmu begitu cinta padanya.

 Dia itu sederhana malahan sangat biasa, pasti ada seorang gadis yang lebih pantas untuk kau tunggu. Percaya padaku, jangan kau akan sesat. Lebih baik percaya saja hatimu aku tidak mau ambil pusing dengan urusanmu.

Lupakan saja lah nyonya itu. Hidupmu masih panjang ada yang harus kamu kejar kenapa kamu begitu keras kepala. Ada yang salah darimu Tuan. Boleh aku menasehatimu, jangan menjadi penunggu lagi!.

Tuan, tidak bosankah kamu menunggu? Tidak ada kah hal yang bisa kamu lakukan selain menunggu? Mungkinkah ada yang lain namun kamu begitu tidak peduli?. Ada begitu pertanyaan untukmu Tuan. Jangan buat aku semakin tidak mengerti jalan pikiranmu. Tuan sekali lagi aku bertanya, Tidak bosan kamu menunggu? . Taun, Itulah pertanyaan yang harusnya ku tanyakan pada diriku sendiri. Sebab, aku pun terlalu lama menunggu. Menunggu seseorang yang hatinya bukan untukku. Seseorang yang tidak pernah melihat aku, mendengar aku. Seseorang yang sedang sibuk melatih hatinya untuk bersabar dalam penantian panjang. Kamu tau seseorang itu siapa? Siapa lagi kalau bukan kamu Tuan. Aku sedang atau terlalu lama menunggumu. Nona ini menunggumu, sedang kau Tuan sedang menunggu nyonya lain. Tidak pernah merasa bosan sekali pun tidak pernah di pandang atau di lirik. Aku tidak pernah mendengar sapaanmu sekalipun, jangankan sapaan senyummu.

Meskipun, berkali-kali aku berjanji agar tidak menunggumu. Namun akhirnya aku mengingkari janji itu seorang diri. Menunggumu adalah hal menyakitkan namun menyenangkan untukku. Sebab dalam ruang tunggu, aku bisa menikmati indahnya perasaan ini. Hal yang kecil mampu membuat aku begitu bahagia. Berkali-kali aku selalu menjatuhkan air mata hingga tandas di tengah malam ketika akun sosial mediamu menceritakan betapa kamu mencintai nyonya itu. Aku tidak ingin tahu, namun aku mencari tahu. Mengoreskan luka yang sengaja aku buat sendiri. Kata-kata indahmu, mengapa kamu berikan untuk nyonya itu? Andai saja itu semua untukku. Bagaimana bisa aku jatuh pada hati yang sudah dimiliki perempuan lain. Cinta sendiri, kisah ini ku sebut demikian. Karena hanya aku yang bermain disini. Menikmatinya sendiri hingga aku tahu rasa ini akan semakin dalam atau akhirnya ku relakan untuk pudar. Tuan, sekali lagi berhentilah menunggu. Sebab ada yang menunggumu. Menunggu untuk membuat harimu indah dan tidak menangis sebab rindu berkepayahan tanpa balas. Ini aku, nona Cinta sendirimu yang tersia-sia.




#Inspirasi Sahabat yang ntah namanya pun tidak mau di ucap. 


Sabtu, 24 Oktober 2015

#DiaryCinta Episode : Semoga Bukan Kamu Lagi Orangnya

"Kamu Lagi?" Lirihku pada malam.


Kenangan itu hanya untuk sesekali di ingat, bukan untuk di rindukan. Itulah yang tersisa di antara hati yang pernah dengan sengaja mencintaimu, Tuan. Aku pernah begitu mencintaimu, menyelipkan angan-angan yang ntah darimana asalnya datang. Sampai aku pernah merasa sedih ketika kamu bahagia. Bukan sebab apa pun hanya saja itu karena bukan aku yang membuatmu bahagia. Tuan, aku juga pernah merasakan betapa senyummu itu adalah sebuah amunisi untukku. Lempari saja aku dengan senyum itu, tidak akan pernah ada kata bosan. Asal jangan kamu lempar aku lalu tersenyum. Bagaimana mungkin aku bisa terima? Namun kamu melakukannya dengan sempurna.

Namun, perasaan itu ku rasakan salah jatuh. Sebab semuanya hanya sia-sia bila aku ingat. Dengan sengaja kamu membiarkan dia tergeletak tanpa pernah disentuh. Tidak memberi kesempatan pada hatimu untuk merasakan seperti apa rasa itu tertancap padamu. Ntah apa yang membuatmu begitu tidak mau, apa yang membuatmu begitu keras menahan. Bukan menahan, tepatnya tersia-sia rasanya. Seharusnya tidak pernah kau sentuh rasa bila hanya ingin bermain menggoda. Kamu yang membuat segala cita dan usahaku lenyap. Padahal sudah ku beri kesempatan yang tidak pernah ku berikan sekali pun  pada makhluk bernama lelaki. Seharusnya aku lebih percaya menjaga hati untuk tetap diam. Sebab aku jatuh pada namamu yang tidak seharusnya aku jatuh. Aku ingin tertawa, meringis sendiri mengingatmu. Ternyata tulus bukan lah yang kamu cari. Bukan! Bagaimana aku bisa menyerah pada lelaki serupamu. Aku tidak menyesal hanya saja aku terasa telah di tipu. Oleh semesta yang membiarkan aku mencintaimu dan membuat aku dengan percaya diri. kali ini aku telah membungkus harapan dengan plastik yang baik. Tuan, memang bila cantik adalah tolak ukurmu. Aku tidak akan pernah masuk dalam kategori ceritamu. Namun selain itu, waktu akan ku usahakan untuk menyisakan dentingan bahagia. Kamu memahami seperti apa lukanya, namun tak acuhmu membuat rasa itu seperti terhapus.

Sebelum aku tidak mencintaimu lagi, aku pernah begitu mengagumimu apa adanya. Itu yang masih menjadikan sebuah bangga. Sebatas rasa yang kusisipkan beberpa waktu lalu. Namun setelah ini, aku hanya berharap bukan kamu lagi seseorang yang akan ku rindukan setiap malam mengisi. Menanti sebuah sapa lembut yang begitu aku nanti sambil terlelap tidur. Aku mendoakan juga bukan kamu lagi yang akan aku sapa pada kalimat “Selamat tidur kamu.” Aku tidak ingin kamu lagi. Sebab luka yang kamu selip bukan hanya menggores namun sudah menancap hingga berkarat. Bila itu pun aku bersihkan nyatanya tidak akan sempurna bersihnya. Kamu membuat aku mengerti bahwa harapan yang kita buat patah sendiri. Seperti apa rasanya.


Ku sisipkan pada doa malamku setiap tengadah tangan semoga itu bukanlah kamu lagi. Sebagai seseorang yang akan ku temani langkah kecilnya. Menjaga aku dalam setiap doanya. Semoga bukan kamu lagi orangnya.