Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Selasa, 05 Januari 2016

#DiaryCinta : Episode Seribu Hari

      Ku Biarkan layar laptopku kosong tanpa garis sebuah pun. Hanya ada awalan garis yang berkedip di kertas. Sudah hampir satu jam lebih aktivitas ini ku lakukan, termenung di depan laptop tetapi tidak satu kalimatpun berhasil memecah kebuntuan. Tanganku seakan kaku dan beku, tidak biasanya seperti ini hanya ada alasan yang tepat ketika tangan ini tidak mau di ajak menari. Apalagi kalau bukan masalah mood, kalau di bilang aku memang bukan penulis profesional yang masih saja mengandalkan mood untuk menuntaskan tulisan. Layout kertas kosong ini seperti mengejekku sebab tak jua aku nodaiia. Ada sesuatu yang menggoda setiap detik sejak tadi, benda persegi panjang yang sudah lima belas kali aku lihat untuk memastikan sesuatu yang membuat penasaran. Tetapi hasilnya tetap nihil tidak ada yang tertera disana selain gambar Ha Ji Won salah satu aktris korea favoritku.

      Kali ini aku memilih meletakkan kepala yang mulai terasa beratnya. Beginilah setiap menahan rindu. Berkali kali di tepis tetap saja tidak bisa, kalau rindu obatnya hanya kabar. Ini bukan masalah gengsi atau apapun. Aku hanya tidak ingin menganggu seseorang yang sedang aku rindukan itu. Terkadang aku ingin di manja, tetap saja bagaimana pun aku perempuan. Setidak peduli apapun aku tetap perempuan, sapaan kecil saja bisa membuat energi positif yang luar biasa. Kali ini aku harus menghancurkan benteng itu, kali ini saja lah atau aku akan mati karena rindu. Hei, bukan mati sebenarnya itu hanya kiasan saja. Aku seorang penulis sudah terbiasa dengan ribuan kalimat kiasan. Padahal hari ini adalah malam tahun baru, bukan sekedar malam tahun baru tetapi hari ke seribu untuk kami. Menyebalkan.

Kali ini, tanganku mencari benda persegi panjang sejak tadi sudah mengusikku. Dengan cepat kontak nama seseorang aku dapatkan.

“Lelaki Sempurna.” Lalu ku tekan tombol call. Sampai sekarang saja sudah bertahun lamanya tetap saja mendengar suaranya butuh waktu untuk menetralkan situasi dan hatiku.

Tersambung.. ada kejutan yang membuat jantungku seperkian detik berhenti.

“Haloo,” Suara seorang wanita.

“Hallo? Dias sedang mandi.”Wanita itu kembali menyaut. Kali ini tubuhku benar-benar melemas seketika. Tenang Ra, aku menenangkan hatiku sendiri. Segera ku lihat jam di tangan yang menunjukan pukul 08.25. kali ini pertahananku benar-benar melemah. Tenggorokanku kering, mataku memanas.

      Tanpa aku pikirkan lagi, segera saja ku rapikan pakaian dan memesan tiket pesawat.

“Kamu mau kemana?.” Tanya Ririn salah satu temanku.

“Bagaimana pun caranya, aku harus kembali ke Bandung sekarang juga.” Kataku tidak lagi mempedulikan apa katanya, kepalaku sekarang hanya sedang memfokuskan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapa wanita yang berani-beraninya mengangkat teleponku.

Tanpa perlu berlama-lama lagi, aku sudah terbang menuju Bandung dari Surabaya. Aku yang suka menghitung kali ini tidak tahu, sudah hitungan keberapa pesawat ini hingga sampai Bandung.

      Sekarang aku harus secepatnya ke apartemen Dias, semoga saja dia tidak mengganti tempat tinggalnya setelah hampir setahun aku tidak pernah menemuinya. Kepalaku terus di hantui suara wanita sok manis itu, ya Tuhan apa aku sanggup menerima kenyataan ini. Jawaban ratusan pertanyaan yang sedari tadi sudah menguras otakku, terjawab. Seorang wanita tinggi dengan rambut panjang keluar dari apartementnya.

Dan kali ini aku kalah. Lebih baik aku pergi, tak sanggup menyaksikan lelaki yang ku kira sempurna itu tak lebih dari seorang Tuan lemah. Cintanya kalah pada jarak, waktu dan gadis seperti itu. Aku membencimu.

Langkah kaki ini malah membawa ketempat dimana kami pernah menghabiskan waktu bersama.

“Jangan hubungi aku lagi, Kita selesai.” Dengan cepat ku tekan tombol send.
Beberapa menit setelah pesan itu, puluhan pesan Dias masuk secara brutal. Membuat nada yang menyebalkan di telingaku. Aku tidak mau mendengar apapun darinya, aku sangat membenci lelaki lemah apapun alasannya.

      Bandung kota kembang, hari ini adalah perayaan tahun baru. Kembang api dimana-dimana namun aku lebih memilih duduk menepi di sudut jembatan kota kembang. Tempat yang selalu menjadi perenungan paling mujarab dulu dan sekarang. Sesuatu yang silau dimandikan oleh cahaya lampu dijari manisku. Ternyata cincin pemberian Dias masih ku pakai. Aku ingin melepasnya seperti ku lepaskan pemiliknya. Ntah takdir atau apa yang membuatnya begitu sulit kulakukan, cincin itu tak juga mau lepas.

“Mau melepasnya? Bila tidak mau lepas jangan lepaskan.” Suara seseorang membuat amarahku semakin memuncak.

“Aku mau melepasnya!” teriakku sambil berusaha melepaskan cincin itu.

“Jangan lepaskan cincinnya, begitu juga aku. Jangan pernah lepaskan aku.” Lelaki itu menatap lekat mataku, dada bidangnya memelukku. Ku tak boleh kalah, tak boleh.

“Pergilah! Aku tak suka punya Tuan yang lemah!.” Suaraku semakin meninggi.

“Aku tidak pernah lemah. Kamu harus mendengarkan penjelasanku kali ini. Perempuan itu bukan siapa-siapa dia junior di tempat kerjaku. Dia menyukaiku, tapi aku tidak pernah menyukainya atau perempuan lain selain kamu, Ra.”

“Bohong, aku melihatnya.”

“Percayalah, aku mohon percayalah. Aku tidak akan pernah ingin dilepaskan olehmu. Tolong jangan lepaskan aku.”

Matanya memerah, aku mengerti kali ini kenapa seribu hari pun tetap saja ada keteduhan dalam matanya.Aku mundur perlahan mencoba mengerti keadaan, tetapi hatiku tetap terkoyak. Matanya masih sayu menatap, tangannya menahan bahuku.

“Jangan, aku mohon percayalah.”Lirih suaranya tenggelam oleh suara kembang api memecah langit malam ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar