Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Jumat, 22 Januari 2016

#DiaryCinta : Ini Bukan Tentang Sebuah, Keberanian Tuan.


      Seperti waktu sebelum-sebelumnya, kita tak pernah banyak bicara. Hanya tersenyum basa-basi yang terkadang membuat amunisi untuk diriku sendiri. Seperti waktu yang lalu, kita hanya mampu memasang tampang saling ramah tanpa pernah tahu sedang apa bayangan-bayangan yang tergambarkan. Aku semakin lupa, bagaimana caranya untuk menjelaskan segala rasa yang kini semakin tak karuan untuk sekedar di tanam. Tuan yang sedang aku rahasiakan, aku merindukanmu dalam setiap saat, bahkan sebuah rindu yang begitu terlalu. Namun aku mencoba tidak ingin peduli, atau sekedar untuk menunjukannya didepan matamu. Sebab aku tahu rasa ini tak boleh aku sampaikan kebenarannya. Aku tak mau perempuanmu tahu, perempuan yang kini kau panggil nyonya jelitamu. Tuan, andai saja kau tahu betapa nona ini mencintaimu. Sekali lagi dengan teramat dalam. Namun apalah yang mampu aku lakukan, karena bahkan kau bukanlah milikku. Ini tak benar, tetapi ini membuat candu. Berkali-kali ku coba matikan semuanya, namun setiap itu juga aku menyerah sebab gagal membuat hatiku mengerti. Kau tak pantas untuk dicintai.

Hingga aku menemukan titik dimana kata lelah itu. Aku bahkan tak pernah membayangkan akan lelah mencintaimu dan pada akhirnya lebih memilih mengikhlaskan kita. Bukan kita, aku dan kau. Tetapi kita, aku dan perasaan ini. Aku menyerah mencintaimu dengan lelah. Tuan.

Sudah beratus hari aku menghirup kembali udara yang tidak sesak, sebab tak ada lagi yang memenjarakan aku dengan semu. Aku telah bebas dari cinta sendiri. Namun itu tak bertahan lama, sebab bagaimana caranya kau datang tanpa aku minta, Tuan. Mengapa sekarang? Mengapa harus saat ini? Ketika aku benar-benar tidak membutuhkanmu lagi?. Kenapa tidak dulu saja saat aku menginginkan balasan atas rasaku. Kau kembali membuat aku dalam kisah tak menentu.

“Aku menyayangimu, Ra.” Katamu sambil memandang aku yang kala itu bahkan sudah tak lagi mengharapkan temu mata denganmu.

“Lalu? Bagaimana dengan jelita?.” Ucapku masih tak percaya.

“Boleh aku bersamamu, tetapi aku tidak bisa melepasnya untuk saat ini.”Kalimat itu membuat aku terpaku, tak mengerti denganmu. Aku memilih diam.

“Apakah perasaan itu sudah hilang? Perasaan yang pernah kamu simpan buat ku?. Jujur aku juga memiliki perasaan sama sejak dulu tapi kamu tidak datang di waktu yang tepat.” Kau masih terus menerangkan Tuan, sedang aku masih terpaku dan berdiam.

“Ra, bicaralah. Biarkan aku mendengar jawabanmu, Ra.”

Keheningan kembali menyelinap diantara hembusan napas kita Tuan, aku bahkan bisa mendengar suara detak jantungku tak karuan.

“Aku takut.”

“Takut apa, Ra? Aku benar-benar menyayangimu. Kamu lebih baik dari Jelita, kamu tidak mau menjadi yang terbaik untuk aku?.”

“Kamu salah, tidak ada perempuan baik yang merebut kebahagiaan dan milik perempuan lain.”


Kau terdiam Tuan, aku memilih pergi kali ini meskipun baru ku sadari rasa tentangmu masih begitu kuat tertanam. Aku masih merasakan lemas tubuhku ketika mata kita saling bertatapan. Tuan andai kan kau tahu cintaku padamu tidak mungkin aku matikan atau kau matikan.sejauh apapun langkah kita nanti. Sungguh Tuan, menyatakan perasaan yang aku miliki padamu seperti dulu. Itu bukan lagi tentang keberanian. Ini tentang sebuah hati yang harus dijaga antara bahagia dan sedihku.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar