Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Minggu, 15 Maret 2015

Kue Manis (Episode 2)


            Bayanganmu masih menjelma menjadi bias yang semu dalam setiap senjaku. Aku berdiri menatap senja yang berjingga sendiri. Suatu saat aku berharap bisa menikmati senja, momen yang paling aku sukai. Karena senja mengahantarkan kita disebuah dimensi indah setelah seharian penuh terjun di dalam dunia yang penuh dengan kepenatan. Aku menyukai senja seperti aku menyukaimu, Zon. Zona, segala tempat membagi segala rasa, tempat kenyamanan antara senja dan jingga. Tuan tempat aku mencintai penuh tanpa sebuah alasan selain kenyamanan.
            Senja sudah mulai menghilang dari langit, tetapi aku masih sendiri tanpa siapa pun. Terawangan membayangkan jauh dirimu disana, sedang menikmati kue manis bersama nona cantikmu itu. Andai saja itu aku, tidak perlu kau bersusah payah membahagiakan aku dengan kue manis itu sebab bersamamu saja sudah menjadi bagian yang manis dalam detik-detik waktuku. Kue manis, bayangan kue manis itu menggoda selalu menggoda memanggil aku tanpa sebab yang jelas.  Kue manis yang akan menjadi kue manis tetapi pahit untukku. Sebab dia merebut Tuanku.
Klik. Nada pesan masuk.
Tuanku:
Aku memerlukan bantuanmu, Kin. Aku tunggu di tempat biasa.
            Pesan itu seperti menghipnotis aku, langkahku jauh lebih cepat dari yang aku duga. Sampai tidak memperdulikan pakaian yang aku kenakan. Ku tarik jaket berwarna cokelat yang ada terletak di kursi terdekat. Aku yakin, rambutku tidak tertata rapi, wajahku pasti kusam dan dekil. Ah, tapi tidak masalah untukku. Aku segera menaiki sepeda motor berwarna hijau muda kesayanganku. Menuju tempat yang tertera dalam pesan itu “tempat biasa” hanya satu tujuan.
            Suasana sepi, aku hanya melihatmu sedang duduk lesu. Apa yang terjadi? Aku terus bertanya cemas, bingung dan ketakutan terjadi sesuatu kepadamu. Apa nona itu menolak kue manismu, Tuan? Jangan menangis, aku tidak mau melihat kau menangis Tuan.
“Ada apa, kamu kenapa. Hah ?.” Aku bertanya setengah tersenggal-senggal dengan nafas yang tak teratur.
Tetapi, kamu hanya diam menatap aku gamang. Tolong, katakan sesuatu jangan membuat aku semakin kebingungan. Jawab aku, Zon.
“Katakan, apa yang terjadi? Dimana gadis kue manismu. Zon? Dia menolakmu? Iya? Kamu kenapa? Katakan sesuatu.” Aku semakin tidak teratur dengan emosi ini. Ku dekatkan wajahku, tanganku dengan paksa mengangkat wajahmu yang tertunduk lesu. Di luar dugaan kau malah berdiri, mengacuhkan aku. Apa sebenarnya yang terjadi, ya Allah? Apa yang terjadi?.
“Kamu, mau kemana? Dimana dia? Biar aku temui dia....” Kata-kataku terhenti mencengkik tenggorokan ketika lengan itu memegang pegelangan tanganku lembut. Jantungku memanas, memompa jauh lebih cepat. Perasaanku tidak karuan, mencoba meluruskan jalan fikiranku.
“Nona itu sekarang berdiri di depanku, Kin.” Senyummu mengembang, senyum yang selalu ku rindukan.
Aku terdiam, mulutku terkunci rapat. Lantas kau  memberikan aku sebuah bungkus kotak berwarna hijau muda, warna favoritku.
“Ini, untukmu. Bukalah.”
Tanpa di aba-aba kedua kalinya, aku membuka kotak itu. Air mata tidak mampu ku bendung lagi. Aku menangis tentang kebahagiaan. Kue manis itu adalah milikku. Apa kah mungkin itu aku?.
“Aku mencintaimu, Kin. Kue manis ini untukmu. Setiap hari aku akan, membuatkan kue manis untukmu hingga kamu bosan.”
Aku sejenak terdiam. “Aku tidak bisa pacaran, Zon. Kamu tau itu...”
“Menikahlah denganku.....”

            Kata-kata itu, merenggut semua kebahagianku. Menumpahkan segala perasaan dan kegundahanku. Kue manis ini benar-benar akan terasa manis, kue termanis yang pernah aku makan. Terimakasih, Ya Allah atas takdir kue manisMu ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar