Gerimis kembali
jatuh, dibarengi oleh suara dentingan air beradu dengan tanah basah. Namun
petir sudah tidak lagi meraung seperti awalnya, seakan mengeluarkan
kemarahannya yang ada. Hujan yang sedari tadi tidak lelah mengambill jatah
kerja, tetap urung meninggalkan langit yang tertutup awan gelap.
“Sudah lama menunggu, Kin?.” Suaramu selalu menjadi
alasan aku bahagia.
“Lumayan, kamu selalu saja membuat aku menunggu.”
Jawabku sedikit kesal, aku tidak kesal hanya saja aku selalu merindukan
saat-saat kamu besikap manis padaku, Zona.
Tersenyum, ya cukup senyummu membuat
hatiku luluh dan menyerah. Sudah berapa lama senyum itu menjadi bagian dari
hidupku. Ntah, sejak kapan segaris tarikan di bibir itu menjadi begitu penting
dan teramat sangat penting dalam keseharianku.
Hari ini aku
akan mengenalkanmu dengan Geta. Wanita yang berarti dalam hidupku,
persahabatan terjalin cukup lama antara aku dan Geta. Aku mengingat pertama
kali kamu begitu tertarik dengan foto gadis itu. Betapa dia sangat cantik dan
menawan. Sempurna, untuk di sandingkan denganmu yang tampan dan mapan, Zon.
Disisi lain aku tidak mengerti apa yang sedang aku lakukan.
Aku berdiri dari tempat duduk, bergerak mendekatimu.
Tanganku lincah berjalan di rambut itu, kau terlihat tampan hari ini. Walau
rambut itu seperti biasa terlihat berantakan. Ah, tetapi tidak masalah, kau
masih terlihat tampan malah lebih tampan dari biasanya seperti namamu yang
mempesona.
“Pasti kamu
terpesona kan, Kin? Selalu tampan dimatamu kan Kin?.” Kau tertawa bercanda
sengaja memandang ke arahku sambil memandang dengan tatapan manja itu. Mata
yang sudah cukup lama menjadi tempat aku berbagi rasa sekian lamanya tanpa
kamu.
Aku mengangguk pelan, lantas tangan jailmu mulai
mencubit hidung kecilku seperti biasanya. Aku mendengus mencoba menampakkan
wajah kesal. Tapi sungguh, mana mungkin
aku bisa kesal apalagi marah. Aku hanya salah tingkah, kebingungan dan canggung
harus bersikap. Aku mundur selangkah. Sejujurnya aku menyukai kedekatan seperti
ini denganmu, sejak dulu. Bertahun lamanya tidak berubah selalu sama. Berdua
denganmu, menghabiskan waktu denganmu walau hanya beradu argumen atau mencaci
kecil membuat aku nyaman. Ini cinta.
Beberapa menit datang seorang wanita menggunkan gaun
hijau muda lembut dengan wajah cantik mempesona.
“Aku Zona, Zona Langit Mandala.” kau menyebutkan nama
dengan sempurna sambil mengulurkan tangan tanda persahabatan. Hatiku kembali
meronta ingin lepaskan segala kekacauan yang aku sebabkan sendiri. Hati kecilku
terus menangis, merintih dan memaki mengatai aku Bodoh, bodoh dan bodoh.
Tiba-tiba bayangan yang menyakitkan itu datang begitu
jelas entah apa yang membawanya begitu nyata. Kejadian bertahun-tahun lamanya
kembali menggoda, mengkikis ketegaran yang sudah bertahun-tahun juga aku
bangun. Perasaan ini belum sepenuhnya berdamai dengan keadaan, aku sudah jauh
berlari bertahun-tahun berupaya sebisa mungkin menghilangkan perasaan yang
tumbuh namun tidak semudah yang aku bayangkan.
Klik. Bunyi ponselku tanda pesan masuk.
Ibu :
Pulang lah barang sebentar ibu dan ayah merindukan kamu Kinanti.
Aku tidak punya pilihan selain menghilang sejauhnya
yang bisa aku lakukan. Aku tidak sanggup melihat kenyataan kehilangan langitku.
Berikan aku beberapa waktu lagi, aku yakin akan bisa membunuh dan berdamai dengan
perasaan sebelah pihak. Perasaan yang hampir lima belas tahun tersimpan rapat,
hanya ibu yang mengetahuinya. Hanya ibu yang ku percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar