Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Jumat, 13 Maret 2015

Waktu


            Gerimis kembali jatuh, dibarengi oleh suara dentingan air beradu dengan tanah basah. Namun petir sudah tidak lagi meraung seperti awalnya, seakan mengeluarkan kemarahannya yang ada. Hujan yang sedari tadi tidak lelah mengambill jatah kerja, tetap urung meninggalkan langit yang tertutup awan gelap.
“Sudah lama menunggu, Kin?.” Suaramu selalu menjadi alasan aku bahagia.
“Lumayan, kamu selalu saja membuat aku menunggu.” Jawabku sedikit kesal, aku tidak kesal hanya saja aku selalu merindukan saat-saat kamu besikap manis padaku, Zona.
Tersenyum, ya cukup senyummu membuat hatiku luluh dan menyerah. Sudah berapa lama senyum itu menjadi bagian dari hidupku. Ntah, sejak kapan segaris tarikan di bibir itu menjadi begitu penting dan teramat sangat penting dalam keseharianku.
 Hari ini aku akan mengenalkanmu dengan Geta. Wanita yang berarti dalam hidupku, persahabatan terjalin cukup lama antara aku dan Geta. Aku mengingat pertama kali kamu begitu tertarik dengan foto gadis itu. Betapa dia sangat cantik dan menawan. Sempurna, untuk di sandingkan denganmu yang tampan dan mapan, Zon. Disisi lain aku tidak mengerti apa yang sedang aku lakukan.
Aku berdiri dari tempat duduk, bergerak mendekatimu. Tanganku lincah berjalan di rambut itu, kau terlihat tampan hari ini. Walau rambut itu seperti biasa terlihat berantakan. Ah, tetapi tidak masalah, kau masih terlihat tampan malah lebih tampan dari biasanya seperti namamu yang mempesona.
 “Pasti kamu terpesona kan, Kin? Selalu tampan dimatamu kan Kin?.” Kau tertawa bercanda sengaja memandang ke arahku sambil memandang dengan tatapan manja itu. Mata yang sudah cukup lama menjadi tempat aku berbagi rasa sekian lamanya tanpa kamu.
Aku mengangguk pelan, lantas tangan jailmu mulai mencubit hidung kecilku seperti biasanya. Aku mendengus mencoba menampakkan wajah kesal. Tapi  sungguh, mana mungkin aku bisa kesal apalagi marah. Aku hanya salah tingkah, kebingungan dan canggung harus bersikap. Aku mundur selangkah. Sejujurnya aku menyukai kedekatan seperti ini denganmu, sejak dulu. Bertahun lamanya tidak berubah selalu sama. Berdua denganmu, menghabiskan waktu denganmu walau hanya beradu argumen atau mencaci kecil membuat aku nyaman. Ini cinta.
Beberapa menit datang seorang wanita menggunkan gaun hijau muda lembut dengan wajah cantik mempesona.
“Aku Zona, Zona Langit Mandala.” kau menyebutkan nama dengan sempurna sambil mengulurkan tangan tanda persahabatan. Hatiku kembali meronta ingin lepaskan segala kekacauan yang aku sebabkan sendiri. Hati kecilku terus menangis, merintih dan memaki mengatai aku Bodoh, bodoh dan bodoh.
Tiba-tiba bayangan yang menyakitkan itu datang begitu jelas entah apa yang membawanya begitu nyata. Kejadian bertahun-tahun lamanya kembali menggoda, mengkikis ketegaran yang sudah bertahun-tahun juga aku bangun. Perasaan ini belum sepenuhnya berdamai dengan keadaan, aku sudah jauh berlari bertahun-tahun berupaya sebisa mungkin menghilangkan perasaan yang tumbuh namun tidak semudah yang aku bayangkan.
Klik. Bunyi ponselku tanda pesan masuk.
Ibu :
Pulang lah barang sebentar ibu dan ayah merindukan kamu Kinanti.
Aku tidak punya pilihan selain menghilang sejauhnya yang bisa aku lakukan. Aku tidak sanggup melihat kenyataan kehilangan langitku. Berikan aku beberapa waktu lagi, aku yakin akan bisa membunuh dan berdamai dengan perasaan sebelah pihak. Perasaan yang hampir lima belas tahun tersimpan rapat, hanya ibu yang mengetahuinya. Hanya ibu yang ku percaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar