Inilah waktunya aku mengemas
ulang hati. Maka saatnya aku untuk kembali memeriksa ulang diri. Tuan, inilah
saatnya aku pergi. Karena aku mulai merasa tak pantas berada disini. Bukan
sebab aku saja namun sebab semuanya. Bukan karena aku tak mau lagi menemanimu
pula.
Barangkali memang bukan aku
yang selama ini kau rapal dalam doa. Barangkali memang bukan aku yang kau
rencanakan dalam masa depanmu. Seharusnya dari awal aku sadar siapa sebenarnya
aku. Bukan malah terbuai terlalu jauh dalam dekatmu, hingga aku melupakan hal
yang penting siapa aku. Tuan, mungkin selama ini aku terlalu banyak merampas
dan mengganggu waktumu. Hanya untuk sekedar memuaskan rinduku saja. Rindu yang
sudah lama tidak pernah bertuan.
Tuan .. aku mencintaimu tapi
kenapa begitu banyak hambatan ..
Tuan aku ingin bersamamu ..
tetapi kenapa bukan hanya aku yang disana ..
Tuan aku berharap bisa
membawamu dalam mimpiku.. tapi mengapa semesta menghancurkannya dengan tanganmu
..
Tuan, pesanku kau harus
bahagia. Meski nantinya bukan aku lagi yang menjadi alasannya. Aku yakin sekali
kalimat ini terlihat begitu munafik, benar saja aku tak akan bisa rela
melihatmu bahagia selain denganku. Tetapi Tuan, kau tahu siapa aku. Aku hanyalah
seseorang yang ingin melihatmu bahagia. Tak kesepian, apalagi melihatmu
menangis.
Bila tanpanya hatimu begitu
berat, hingga membuatmu terluka dan menangis. Jangan Tuan, aku tak ingin melihatmu
menangis demi apapun itu.
Tuan, baik-baiklah disana
bersama nyonyamu itu. Nyonya cerdasmu, yang telah tak sengaja aku rampas bahagianya.
Sebab kesempatan tak pernah datang untuk kedua kalinya Tuan. Aku tak ingin
kehilangan kesempatan, aku ingin bersamamu kala itu. Nyonya yang telah
mengizinkan aku sejenak merasakan arti hadirmu dengan terpaksa mungkin.
Tuan, kini berbaliklah
jangan kau bimbang kembali. Aku tak apa Tuan, asalkan kamu bisa tak menangis. Aku
tak suka melihatmu menangis, aku tak suka melihatmu kebingungan, aku tak suka
melihatmu bersedih.
Kesempatan itu bukan
untukmu, melainkan untuk aku yang ingin mempercayai bahwa aku benar-benar
berarti untukmu. Namun kenyataan terkadang tidak sesuai dengan harapan.
Kau tak perlu takut
bagaimana bentuk lukaku. Perih itu urusanku, seperti rasa sukaku itu urusanku. Akan
aku cari sendiri bagaimana cara menyembuhkannya.
Tuan, malam ini untukmu ku
rapalkan agar doa terbaikku melangit. Bila di sampingmu Tuhan tidak mengizinkan
aku.

Aku bahagia Tuan, pernah
menjadi alasanmu utuk berbahagia meski tidak seberapa lama.
Tersenyumlah, ketika kau
ingat nona kecil dengan ribuan permen kecil ditangannya pernah mencoba
memaniskan duniamu.
#LaguLepas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar