Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Senin, 28 Desember 2015

Terimakasih telah ada ..



Tuan, andai semua kini memang sudah di takdirkan Tuhan untuk memberi aku kesempatan. Tolong jangan pernah mematahkannya untuk kesekian kali lagi. Dulu, cukup sajalah aku itu dulu. Hanya mampu memandang jauh lekat wajahmu sambil menahan gelombang sesak yang ntah darimana asalnya. Ah, bagaimana mungkin menyimpan rasa padamu bisa membuat tubuhku gigil lemas bila menyapa. Hei, aku selalu menunggumu datang untuk sekedar bertemu. Tapi sayang, menemukanmu dimana dan kapan itu sulit rasanya. Aku harus menekan berkali kali rindu itu sampai tenggelam benar, yah bagaimana lagi aku ini cuma penganggum rahasia kata orang. Menunggu kedatanganmu hingga aku lupa, sedang apa aku? Menunggu siapa aku? Aku menikmati masa-masa itu sambil bahagia bila waktunya aku mendapatkan senyummu di sisi lain. lucu bukan?

Rinduku memang tak punya Tuannya, padahal banyaknya tak berkesudahan. Kalau pun bertemu untuk memiliki Tuannya manalah mungkin terjadi. Bisa-bisa aku di hantam baja, bukan perihal nyonyamu tetapi baja yang aku buat sendiri sebenarnya. Kata orang memendam rasa hingga kau kehabisan waktu itu hal paling menderita. Tetapi untukku, mencintai diam adalah cara paling istimewa sampaikan rasa padamu. Hal kecil apapun tentang mu itu bisa menjadi hal paling berarti untukku. Ketika kamu memanggil namaku saja, itu sudah cukup mencuri degub jantungnya lebih dulu. Bayangkan saja lah betapa noraknya nona sendirimu ini, aku bisa berteriak kegirangan sendiri pada teman perempuanku. Menumpahkan bahagianya hati. Tetap saja tidak begitu peduli untuk arti kewarasan. Bagiku memiliki rasamu sudah membuat gila dalam arti berbeda. Tapi sayang, itu bukan khusus semua orang melakukannya.

Tuanku yang memiliki mata sipit, aku panggil apa sajalah yang penting kamu. Aku suka matamu yang minimalis itu, meskipun sulit rasanya mencuri maniknya. Bagaimana untuk dicuri, meliriknya saja tak pernah ada keberanian. Lagi lagi aku terlalu menyukaimu tetapi tak begitu peduli dengan keberadaanmu.

“Apa yang menjadi alasan kamu suka dia?.” Ini pertanyaan salah satu teman baikku.
Kau tahu jawabanku apa? cukup satu kalimat menegaskannya. “Alasannya karena itu dia.” Simpel bukan, ya sesimpel perasaanku bila menemukanmu.

Dilain hari percakapan yang terkadang membuat aku begitu bingung.

“Buat apa suka sama punya orang, kayak nggak ada laki laki lain.” kata Salah satu temanku lagi.

“Hei, nona. Kalau kita suka sama orang nggak peduli dia punya orang atau nggaknya.”

“Kamu itu aneh, kalau kita suka sama orang harapannya buat dapet balesan kan?.”

“Iya sih, tapi kalau aku sih nggak peduli dianya mau kayak gimana itu urusan dia. Kalau urusan aku cuma satu, aku suka dia. Gituuu.” Jawabku.

Jawaban yang sebenarnya adalah hiburan untuk diriku sendiri, benar Tuan setiap perasaan selalu berharap sebuah tempat. Tetapi bila memilikinya saja sudah membuat bahagia sudah cukup rasanya. Sebab Tuhan selalu tahu bukan apa yang kita butuhkan?. Mimpiku sekedar sederhana Tuan, memuisikan kita dalam kata hingga semesta tak menjadi rahasia.
Terkadang aku tersadar juga, apa gunanya menyukai kamu yang jelas-jelas sudah ada nyonya menemanimu.

Namun kini, aksaraku menjerit lantang.

Tatkala skenario Tuhan tentang kita merdeka.

Menendang nyonyamu, Tuan. Sebuah episode dengan judul Kita.

Merdeka itu perkara gampang Tuan, tinggal membuang nyonyamu dalam cakap kita yang panjang.

Meskipun hanya seperkian detik, meskipun sudah bertahun lamanya. Namun tetap saja istimewa cukup membuat senyumku bermalam-malam mengembang nantinya.

Terimaksih telah ada, Tuan. Menemani mimpi panjangku tentang aku lalu tentang kamu dalam atap yang sama. Kelak.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar