Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Rabu, 31 Mei 2017

Rumah dan Tuan Petualang


Rumah bagi banyak orang adalah tempat dimana kita ingin kembali pulang. Tempat yang selalu dirindukan ketika jarak begitu jauh. Sebab sejatinya hati selalu ingin kembali ke titik awal dia pergi. Rumah sebagai penghangat dikala dingin menggigil diluar sana, lalu peneduh dikala hujan terus turun tanpa aba-aba. Banyak yang selalu ingin pulang ketika jauh berkelana, semakin jauh ia pergi semakin besar pula rasa rindu akan Rumah. Bagaimana bila Rumah itu bukan hal yang dirindukan, bukan tempat yang dinantikan ketika pergi jauh. Tidak lagi bisa menghangatkan apalagi meneduhkan bagi seseorang. Apakah masih Rumah itu menjadi tempat kembali pulang? Apakah tempat itu masih layak disebut Rumah? Apakah masih, Tuan?.

Rumah adalah hati, lalu hati adalah Rumah.

Rumah bagi hati lain bukan? Hati untuk kembali pulang ketika jauh melalang buana. Kembali pulang ketika terlalu lelah untuk berjalan, pulang ketika diluar sana tidak ditemukan kenyamanan (lagi). Namun terlalu banyak yang lupa akan Rumahnya, tempat yang sudah dijadikan Rumah. Membangunnya dengan susah payah, memerlukan usaha yang sulit hingga memperjuangkan memilikinya (dulu) tidak mengenal lelah. Lalu ketika Rumah sudah penuh kau miliki, kenapa tidak merawatnya sayang?. Kenapa kau tinggalkan tanpa menjenguknya sama sekali? Tidakkah Tuan rindu akan Rumah? .
Tuan Petualang, kemana saja kau pergi kali ini? tempat mana saja sudah merasakan jejak kakimu Tuan? Bagaimana keadaan diluar sana? Semenyenangkan apa disana, atau seindah apa suasana disana Tuan? Tidak kah mau kau sedikit bercerita tentang itu padaku. Bersama Rumah, seharusnya kau memajang foto-foto spektakuler diluar sana. Menikmati setiap gambarnya bersama Rumah, tetapi Tuan ada yang salah denganmu atau ada yang salah dengan kita sebab Rumah tak lagi menjadi hal yang membuatmu nyaman.
Tuan, bukankah aku masih Rumahmu ?
Bukannya aku masih menjadi kata “Kepulangan” yang sesungguhnya. Tuan, ku mohon katakan iya.
Tuan, aku disini masih menunggu tentang kepulangan pada Rumahmu. Menunggu cerita tentang banyak hal yang kau temui selama berpetualang.

Terlalu lama hujan dan angin membawa langkahmu pergi lalu terlalu jauh awan membawamu berkelana. Warna cat Rumahmu sudah mulai memudar.






(Tulisan kedua di bulan Ramadhan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar