Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Kamis, 12 November 2015

Aku Tak Mau Memakai Judul

                Hujan malam ini saja dinginnya tidak mampu aku rasakan seperti biasanya. Kali ini aku jauh lebih dingin dari namanya hujan. Tubuhku tak singkron, mulutku kelu dalam bicara. Seperti orang yang bisu tak mampu bergumam untuk memulai cakap. Seandainya aku bisa menangis, ingin ku maki juga semesta yang telah menjatuhkan auroraku. Namun semua hanya lah tak mungkin. Menangis bukan selalu dalam bentuk bulir air mata yang jatuh pada pipi, bisa saja ia bersembunyi dan lebih dari itu. Aku hanya mampu membentang sajadah panjang, menghujam Tuhanku dengan doa-doa untuk melapangkan hati. Aku hamba yang salah, tak seharusnya aku melakukan ini. Namun aku tak bisa apa-apa.

                Aku tidak mengerti diriku sendiri, memahami apa maunya. Meski hati ini milikku sendiri, terkadang ia seperti makhluk asing yang menentang jauh logikaku. Seperti kala ini.
Melepasmu ? melepasmu sama saja membiarkan sepotong hatiku di bawa pergi. Aku harus bertahan dengan sepotong hati yang lain. Rasanya kosong, hambar dan hampa. Aku tak pernah ingin melakukaknnya, bahkan tak yakin bisa melakukannya. Sebab harapan dan angan telah jauh menembus batas perbatasan impian. Harapan yang aku seduh dalam takdir Tuhan. Kuingat kembali percakapan kita selama ini selalu masuk dalam kategori debat tetapi biasa saja. Sebab semua itu aku suka. Namun tidak untuk malam itu. Tuan, kau mengoyaknya tanpa permisi. Lantas bagaimana kini caranya aku memulihkan semuanya? Sesalku hanya satu mengapa harus kamu yang melakukannya.

Tuan ...


Pernah kau dengar seseorang mengadahkan tangannya menyampaikan pintanya pada langit yang mulai berperang dengan nuraninya?
Pernah kau melihat seseorang membiaskan detak dadanya dengan senyuman lebar dihadapanmu?
Pernah kau melihat seseorang menyembunyikan degub jantung yang di curi sebelum ia berdegub dengan ketusnya?

Jawabanya hanya adalah satu.

                Tuan, ketika ku katakan aku menyukaimu lebih dari hujan malam ini. Nyatanya memang selalu begitu, sebab dinginmu selalu menghangatkan. Tetapi, kini ku rasa jauh lebih dingin yang membekukan. Tuan, bila aku katakan menyayangimu kau akan percaya? . Sudahlah, biar aku yang memahaminya sendiri, menikmatinya sendiri (kembali). Senja dengan warna jingganya. Bentuk cinta yang lain bisa saja ia melepaskan. Aku kembali sendiri menjadi nona senja si Penjaga jingga.


Ini bukan perkara cinta mati, lalu mesti bersama tanpa tapi.

Ini adalah berserah diri atas apa yang memang bisa dimiliki dan harus dilepaskan tanpa memaki. Mendoakan semoga dia yang dipilih kemarin hingga detik nanti adalah dia yang menemani anak-anakmu membagi keluh mereka atau sekedar bermain bola.


Semoga saja pertemuan kita adalah takdir dan rencana Tuhan. Bukan sebuah seknario semesta untuk membuat aku tak lagi merapal namamu. Meskipun setiap perempuan ingin menjadi pilihan. Tetapi aku tak pernah ingin menjadi pilihanmu, maka jadikan aku tujuanmu. Tuan, ku harap kamu bukanlah kamu yang sama. Sebab, bila itu bukan orang lain akan ku semogakan kamu adalah orangnya kelak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar