Langkah kita masing-masing
sudah jauh. Tidak searah lagi atau bahkan sudah tak sama dalam tujuan. Namun
aku belum mampu mengubah sikap, atau memalingkan wajah dari namamu. Sudah
selama apa kita dipisahkan dalam jarak dan waktu. Jarak bukanlah penghalang
yang tepat untuk di jadikan kesalahan, namun waktu lah yang sudah merangkak
pergi. Waktuku sudah tidak bisa ku persembahkan lagi untukmu dan waktumu bukan
untuk aku lagi. Aku sangat ingin mengatakan kata “iya” (lagi), namun datangmu
tak juga tiba. Melihat wajahmu barang sebentar aku pun tak sudi. Tetapi aku
bersumpah demi Tuhan, bahwa rasa itu masih sama. Aku ingin menangis, namun aku tidak mau kau
melihat aku menangis. Mengertilah, aku ini lelaki tidak mungkin aku menangis.
Aku benci menangis, sebab aku tidak mau di anggap lemah. Namun waktu terus
meminta hadirmu kembali. Hatiku menuntut untuk mendengar suaramu lagi, amarah
setiap aku melakukan kesalahan. Namun kamu tetap memberi semangat dalam
langkahku. Apalah dayaku, semesta terlalu kuat menyeret ragaku menjauh darimu. Tidak
cukup aku meronta, melepaskan diri untuk berlari ketitik terdekatmu. Itulah
gambaran, betapa aku ingin menjadi lelakimu (lagi). Aku membenci diriku, yang
masih saja berharap kembali pada detik-detik itu. Detik dimana, kamu bersandar
pada bahuku. Kamu menangis dalam pelukku lalu tertawa dalam ruas jariku.
Pada setiap detik yang aku punya, baik itu sekarang atau
pun kelak. Hanya tumbuh satu pertanyaan tentangmu. Kapan kamu datang? Aku sudah
cukup lama menunggu, aku sudah cukup lama bersabar menanti, aku mulai meradang
menahan rindu. Kau kemana? Tidak pernah ada lagi bayangan yang selalu aku
tunggu. Mungkin aku terlalu berpikir tentang detik, dimana kamu datang meminta
untuk aku temani. Detik itu tidak akan pernah datang. Seharusnya aku tidak
menyesali itu, membiarkanmu sendiri tanpa aku peduli. Andai saja waktu bisa ku
putar jauh. Aku rindu tidak mengenal kau. Sebab ketiadaanmu aku merasakan jatuh
yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bernapas menyesakkan, udara tidak
lagi sama.
Hilang, Mungkin kau sudah berbahagia dengan lelakimu. Sedang aku
masih menunggu sosokmu yang setiap hari tidak juga hilang. Aku tidak paham
dengan langkahku. Aku kini telah jatuh pada lubang hitam yang tidak mau
melepasku. Hilangmu membuat jiwaku terkuras.
“Kita hanya butuh waktu.”
Katamu sambil tersenyum. Bagaimana bisa kau tersenyum di kala hatiku hancur
tidak karuan.
“Kita akan bersama bila Tuhan
sudah berkehendak di waktu yang tepat. Kini kau hanya perlu mengerti.”
Aku terdiam ketika kalimat itu jelas dan tepat kau katakan, Hilang. Bagaimana caraku menghilangkanmu dalam kata kehilanganku.
kau mulai
menghilang. Kalimat beberapa tahun yang lalu itu masih ku ingat. Kini aku tidak
tahu berapa lama lagi aku harus menunggu. Tepatnya kapan aku harus datang,
ketika waktu mencurimu dari sisiku.
lelaki ini bukan lagi lelaki yang begitu menantimu suatu saat nanti. Bila kau masih begitu keras kepala tidak jenuh untuk bersembunyi. Hilang biarkan aku terlepas dari hilang, atau kau menghilang dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar