Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Selasa, 10 November 2015

#DiaryCinta : Episode Baru- Tulus

                Hujan sore ini, aku masih saja menyukai hujan lebih dari apapun. Ntah mengapa dan sejak kapan aku terpesona pada rintiknya. Mungkin saja hujan mengingatkan aku pada sosokmu Tuan. Sebab aku mengenalmu dalam rintik hujan. Begitu aku ingat basah rambutmu sebab hujan, kala itu aku benar-benar membeku karena pesonamu. Bukan karena dinginnya hujan yang begitu aku suka.
                
Kecintaanku pada hujan masih sama tidak berubah barang seinci pun. Namun ada yang berbeda saat ini. Setiap hujan turun, aku tidak sebahagia dulu. Ada rasa yang hilang pada hujan. Bukan pada hujan melainkan pada namamu Tuan. Tidak ada aku yang dulu lagi Tuan. Meski kini kamu berbeda dari yang dulu, kau kini membawa bingkisan yang (pernah) begitu lama aku tunggu. Sebuah detik yang pernah menunggunya tanpa pernah ada kata je(n)uh. Tetapi itu adalah dulu bukan saat ini. Mungkinkah ini batas yang banyak orang bilang titik lelah. Tuan, tidak pernah sekali pun aku bayangkan berada pada posisi itu. Tapi aku tetaplah seorang makhluk yang tak ada daya bila semesta menyeret aku dengan tegapnya. Aku tak sanggup lagi bertahan Tuan. Tertatih seorang diri tanpa pernah sekali pun kau peduli seberapa dalam lukanya. Lalu mengapa kini kau datang. Datangmu mengapa begitu terlambat Tuan. Mengapa? ..


Tuan, ku katakan sesuatu yang tak sekali pun niat hati bicara. Kali ini melihat wajahmu sebentar saja aku mulai tak sudi. Sebab aku yang baru mulai datang, meninggalkan aku yang dulu tak berdaya pada pesonamu. Namun, ada sesuatu yang tak pernah bisa aku pastikan. Sesuatu itu adalah rasa ini yang entah masih ada atau telah aku buang. Bisa saja waktu telah membawanya pergi ntah kemana, aku sendiri pun tidak tahu. Tuan, untuk apa kau datang sekarang? Membawa rinduku yang tidak pernah berTuan.  

Tidak perlu lah kau mulai pembicaraan denganku Tuan, sebab aku tidak ingin mendengar apa pun darimu. Dimana dirimu yang dulu? Dirimu yang tidak sekalipun memberi aku sebelah telingamu untuk mendengar suara nona ini.
Tidak perlu lah rasanya kau mengubah penampilanmu seperti apa yang aku suka, sebab tidak akan meluluhkan hatiku. Dimana dirimu yang dulu? Dirimu yang tidak pernah melihat hadirku meski pun dengan sebelah matamu. Memandang aku yang begitu mati-mati(an) ingin menjadi baik di hadapanmu.

Tuan, aku mohon tidak perlu kau mencoba membuat aku tersenyum. Sebab senyummu sudah bukan tempat aku jatuh berkali-kali. Kamu bukanlah orang yang dulu pernah begitu aku tunggu cintanya. Tepatnya, aku bukan lah nonamu dulu lagi. Tuan kembalilah, lebih baik kau seperti dulu. Agar tidak ada yang tersakiti. Aku tidak ingin menyakitimu, membuatmu terluka. Seperti aku yang dulu pernah menahan dan menangis hingga air mata tandas tanpa sebab yang jelas.
                
Tuan, itulah hati. Tidak pernah selalu sama. Sang Maha Cinta memiliki bejuta cara membalikannya tanpa perlu penjelasan. Aku bukan nona yang dulu, mendoakanmu. Menolak beberapa hadirnya hati hanya untuk kamu yang jelas hatinya bukan untukku. Kau cukup belajar untuk tidak merendahkan siapa pun saat dicintai. Sebab hati orang yang mencintai itu tidak pernah mengerti mengapa harus mencintai. Kini, aku hanya mengerti. Bukti cinta salah satunya adalah melepaskan. Aku telah melepasmu, jauh sebelum kau mengerti apa itu di hadirkan dalam kisah seseorang.
Selamat tinggal Tuanku yang dulu, Tuan angkuhku dalam hati nona yang dulu.



#Tulisan yang terinspirasi dari lagu Tulus berjudul Baru. Di dengarkan ketika hujan bulan november hadir ketika senja mulai datang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar