Si
Angkuh
Sore
ini aku akan menemuimu mencoba memberanikan diri mentapamu dan tak kan ku
biarkan engkau mencuri terlebih dahulu degub jantungku sebelum aku mengatakan
hal penting padamu. Aku yakin hari ini aku akan menyelesaikan cinta sebelah
tangan yang lelah aku urus sendiri ini.
Dengan tenang aku menyusuri taman kecil ini berharap-harap cemas tentang
kamu, namun langkahku terhenti di satu titik. Aku melihat seorang wanita sedang
menangis. Rasa ingin tahuku yang berlebihan membawa aku ketempatnya dan bertanya.
“mengapa kamu menangis? “
tanyaku padanya.
“aku patah hati, hari ini
aku mengatakan kebenaran kepada pria yang aku sukai. Tetapi dia begitu angkuh
dan sangat melukai perasaanku” jawabnya dengan suara paruh menahan tangisnya.
“ mengapa.......” belum
sempat aku bertanya, dia melanjutkan ceritakannya secara langsung.
“aku menyukainya, aku sering memandangnya dari
sisi sudut mataku. Aku ingin melihat senyum mendapatkan senyumnya dan aku ingin
berdiri didekatnya, aku ingin dia
mengerti tetapi dengan teganya dia hanya berdiam dan acuh tak acuh
tentang semua yang aku katakan“ suaranya semakin paruh ku dengar.
“lantas dia hanya berdiam
saja, lalu apa yang kamu lakukan setelah itu?“ tanyaku.
“dia mulai bicara, namun
apa yang dia katakan meruntuhkan pondasi yang aku buat , dengan tegas dia
mengatakan aku bukan tipenya tidak masuk dalam kiteria wanita yang dia dambakan
untuk menjadi pasangannya, lalu ....
aku katakan padanya kalau aku tau semua itu,
aku juga tau dia akan berkata hal semacam itu. Aku katakan aku tahu diri
tentang hal itu dia tidak akan menyukaiku tapi sebelum kata-kataku selesai,
dengan cepat dia memotong pembicaraanku. Padahal aku mencoba setenang mungkin
agar dinding pondasiku yang lain tak hancur “ aku mendengar suaranya mulai
terisak. Namun beberapa saat dia kembali melanjutkan ceritanya.
“lantas jika kamu tau
untuk apa kamu katakan padaku tentang hal itu? Seharusnya kamu mengerti siapa
aku dan siapa kamu. Kamu membuatku bingung bagaimana caraku untuk membalas
cintamu. Aku takut menyakitimu kelak karena aku tidak memiliki rasa apapun
padamu. Aku menyukai gadis yang cantik dan modis dengan begitu aku akan bangga
memilikinya, aku menghargai usahamu tapi maaf aku takut menyakitimu kelak. Aku
bingung harus berbuat apa padamu. Kenapa kau berani mengatakan ini? Dia mulai
bertanya padaku” wanita itu berdiam beberapa saat untuk menghapus butiran air
yang telah mengalir dipipinya.
“lantas, apa yang kamu
katakan kepada pria itu? “ tanyaku penasaran, namun tanpa ku tahu wanita itu
mulai menyungging senyum yang ntah apa artinya seperti dia tidak pernah
menangis sebelumnya.
“aku hanya mengatakan trimakasih padanya lalu
melangkah pergi untuk menata hatiku kembali yang sempat dia porak-porandakan”
“lantas pertanyaannya
tidak kamu jawab? Hatimu sekarang bagaimana? Sakitkah? “
“untuk apa aku menjawab
pertanyaannya yang akan sia-sia, aku tidak memiliki alasan tentang hal itu yang
aku tau dengan begitu aku mengerti dia bukan yang terbaik untukku. Dalam
hidupku cinta bukanlah tentang apa dan siapa dia. Tentang cantik atau tampan
dia, tentang pintar atau bodoh dia, bahkan tentang modis atau cupu dia. Bagiku
cinta sebuah rasa yang memiliki arti lebih dalam, bahkan aku bisa menyimpannya
jika aku mau. Tapi aku merasa ragu tentang perasaanku padanya. Aku ragu apa yang
kurasa, kekaguman atau aku benar-benar tenggelam. Dan sekarang aku yakin
tentang perasaanku padanya. Aku berterimakasih padanya telah membebaskan aku
dari sesuatu yang mengikatku selama ini. ketika kita menyukai seseorang jangan
terlalu tenggelam dalam rasa itu. Kita harus mencari kepastian bukan untuk
memilikinya namun tentang siapa dia yang kita sukai, jangan membuang waktumu
menyukai hal yang sebenarnya tidak baik. Karena saat kau menyukai seseorang,
dia akan berubah wujud menjadi seseorang yang paling baik dimatamu “
“ lantas, kenapa kamu
menangis? “
“aku menangis karena
bahagia, bahagia pernah menyukainya dan bahagia pernah mengenalnya. Aku juga
bahagia tentang keberanianku mencari kepastian dan aku bahagia membuat hidupku
bebas dari sesuatu yang sebenarnya tidak mengikatku.” Wanita itu tersenyum
Tiba-tiba aku membayangkan wajahmu, apakah nanti jika ku
katakan padamu tentang perasaan ini kamu akan memperlakukanku sama seperti si
angkuh itu. Aku kembali takut menghadapi matamu, aku kembali bingung haruskah
bersembunyi lagi atau aku seperti wanita itu berani mencari kepastian untuk
membebaskan dirinya dari sesuatu yang sebenarnya tidak mengikatku sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar