Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Rabu, 30 September 2015

Cerita Kala Dia

 "Ada yang salah denganku?" Tanyamu tanpa menoleh dan masih menikmati senja.
"Apanya?" tanyaku heran.
"Apa sajalah pokoknya ada yang salah denganku?." tanyamu lagi tidak juga mengalihkan pandangan dari senja.
"...." aku hanya diam karena kehabisan kata-kata.               


Aku membaca malam sedingin angin, lalu ia membelai kesepian. Tuan malam ini aku begitu bahagia, sebab ada kamu di sela hariku. Kau tahu detik detik yang kita habiskan dalam kehangatan sebuah kebersamaan, detik detik kita hiasi dengan suara gelak tawa, detik detik yang sengaja kita warnai cerianya canda. Detik detik itu adalah waktu yang paling berharga untukku. Setiap detik yang terjadi dalam perjalanan kita sore itu. Sebuah rangkaian detik yang menjadi saksi tumbuh seuntai rasa pada hatiku. Detik detik yang tidak ingin aku lewati barang sedetik pun. Sebab detik itu selalu cepat berlalu setiap bersamamu. Bagiku detik itu bukan sebuah perpindahan waktu yang biasa biasa saja. Atau gerak sang waktu yang semu dari sudut hatiku. Aku menamainya detik berharga. Apakah kau akan sama menamainya?

Tuan, tataplah ke langit ada begitu banyak jutaan bintang bertebaran namun tetap tidak mampu mengalahkan terangnya bulan. Kenapa kau tidak mampu mengerti arti alam sedemikian rupa. Kau masih terlihat aneh terkadang membuat aku ingin bertanya satu hal. Apa yang terjadi? Kenapa kau harus bersedih? Aku disini menemani ruang waktumu. Aku sengaja datang, sebab aku tidak suka kau kesepian. Ketika kita sama sama terdiam, begitu jelas napasku berat sedang suaramu bergetar. Aku mendengar begitu banyak kata yang sedang kau sembunyikan di dalam sana. Bicaralah untuk sekedar membuka cakap antara kita. Sebab matamu menahan segala kata yang ingin aku muntahkan. Aku ingin bicara dan membuatmu tersenyum, tetapi aku tidak bisa. Sebab ada sesuatu yang begitu menekan dari sorot matamu. Kau terluka Tuan, siapa yang berani melukaimu? Bila aku adalah dokter biar ku sembuhkan lukamu. Namun ku rasa luka itu dalam tergores. Tetapi bicaralah.

Kau mulai menggerakan bibirmu, aku memasang lekat lekat telingaku dan mengkoordinir hati yang pekat. Kau bercerita tentang dia yang ku sebut dulu nyonyamu. Mungkin dulu kau pernah menyukainya tetapi bukan itu yang aku permasalahkan. Sebab aku menyukaimu, itulah urusanku. Sedang kau tidak begitu, itu urusanmu! Itulah Tuan sebuah kalimat yang selalu menjadi penegakku. Yah, Tuan ini bukan waktunya aku membicarakan cerita tentang diriku. Maaf aku akan mendengarkanmu.

Apapun yang pernah dia lakukan padamu di masa lalu. Aku ingin peduli, namun terkadang aku merasakan hatiku menjadi asing. Setiap kalimat yang kau ucapkan terlihat jelas ia pernah menggoreskan kecewa yang dalam hingga kau terlalu berhati-hati. Patah hati itu biasa Tuan, kau harus mempersilahkan dirimu bersedih. Meskipun banyak orang menganggap tabu. Bersedihlah namun segera lah bangkit. Tuan kau harus mampu menghilangkan goresan luka itu sendiri, sebab aku tidak akan mampu bila kau masih tak sudi. Kau selalu merasa dirimu begitu buruk untuk dicintai, padahal setiap gadis memiliki cara pandangnya sendiri. Termasuk aku. Meskipun banyak gadis tidak mengistimewakan kamu, apakah cukup untukmu bila aku menjadikanmu istimewa?. aku akan meminjamkan pundakku untukmu bersandar. Tetapi sembuhkan lah segera lalu lepaskan sebelum terlambat. Jika belum Itu membuat aku kalah, asing.

"Kamu itu aneh." Kataku tiba-tiba sambil memandang lurus ke arah senja.
"Aku?. kenapa?."
"Aku tidak suka mendengar ceritamu. Jangan lewatkan orang baik, orang baik itu langka." Kataku.
"Aku tahu orang baik itu langka. Apa kamu termasuk orang baik?." Tanyamu, kali ini tepat menatap manik mataku.
"Aku yakin kamu orang baik, karena itu aku tidak akan melewatkanmu." Lanjutmu, kali ini dengan memasang senyum yang paling mempesona di tengah senja.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar