Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Senin, 12 Oktober 2015

Cerita Pada Sepi

                Malam ini aku ingin sendiri, menikmati langit yang mendung. Saat seperti ini aku selalu bahagia di temani Sepi. Banyak orang membenci Sepi tetapi tidak untuk aku, seorang gadis yang selalu membagi cerita bersama Sepi. Walaupun iya tidak mau bicara, tidak mau menanggapi, hanya diam terkadang membuat aku ingin berteriak agar dia bicara. Namun Sepi selalu saja berdiam diri tidak peduli, aku menantikan cakap bersamanya. Aku termenung bersama Sepi yang lagi-lagi membisu.

“Sepi, kau adalah teman terbaik.” Kataku memandangnya sambil tersenyum. Namun ia tidak menanggapi.

“Bagaimana, kau bisa begitu tenang dengan kesepian. Sedang aku masih begitu menggerutu setiap hal-hal yang tidak aku suka silih berganti.”

Sepiku masih membisu, tidak bicara satu kata pun.

“Sepi, mungkinkan aku melakukan kesalahan? Aku tidak tenang, aku merasa sebuah benalu telah mengambil alih seluruhnya.”

Ia tidak juga berbicara.

“Sepi, salah aku mencintainya? Salah aku jatuh kan hati pada dia? Aku tidak mengenalnya bahkan untuk mengetahui siapa dia aku masih tertatih. Aku merasa bodoh, aku tidak tahu apa-apa. tetapi kenapa aku nekat berada di sampingnya. Sedang ketakutan-ketakutan aku buat sendiri.” Kali ini sebuah genangan air hangat mengalir di pipi. Sepi, lagi-lagi ia menjadi saksi betapa lemah aku.

“Sepi bicaralah! Aku tidak peduli kau akan memarahi atau mencaci tapi tolong katakan sesuatu. Aku membutuhkan kalimatmu! Aku membutuhkanmu!.” Kali ini aku tidak bisa membendung amarahku pada sepi, bukan pada sepi tetapi pada diriku sendiri.
Sepi menemaniku dalam isak tangis, air mata yang mulai tandas. Air mata yang tersimpan lama, ku usahakan tidak tumpah saat apa pun. Kini ia kembali jatuh tidak berdaya lagi-lagi di depan Sepi. Sepi betapa teganya dia membiarkan aku seperti ini. Aku membencinya!

“Menangislah.” Kalimat pertama dari Sepi. “Menangislah kalau kau ingin menangis. Kau tetap seorang perempuan yang memakai perasaan. Jangan sok tegar, kau bukan robot yang di modif menahan gempuran. Bukan?.” Lanjutnya.

“Tidak ada yang salah untuk mencintai, siapa pun dia. Tidak pernah salah ketika hatimu memilih. Tetapi kau harus menjatuhkan hati pada cinta yang aman agar hatimu yang sudah lama kau bentengi tidak hancur. Kau harus menjatuhkan hati pada cinta yang aman.” Katanya lagi, kali ini ia mulai menepuk pundakku.

“Apakah dia bukan cinta yang aman untukku?.” Tanyaku. Sepi menghentikan tepukannya, ia menerawang ke langit malam. Tatapannya penuh arti membuat aku semakin tidak memahami Sepi.

“Apakah kau yakin dia mencintaimu? Apakah kau yakin di hatinya tidak ada nyonya yang lain? apakah kau yakin, bahwa hujanmu sudah tepat jatuh dihatinya?. Bila kau belum yakin dan percaya cobalah tanyakan pada hatimu. Amankah dia untuk kau cintai?.”

Kali ini aku terdiam mendengar ucapan Sepi. Bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu aku masih begitu ragu.

“Aku gadis biasa, Sepi. Aku takut tidak cukup sekedar hati untuk membahagiakan dan membuatnya nyaman. Aku takut suatu saat ia pergi pada sosok lain yang pernah menempati tempat dihatinya dalam waktu lama. Sebab aku masih tidak mengerti cara membuatnya bahagia seperti ia bahagia bersama nyonyanya dulu. Aku takut tidak cukup membuatnya bahagia.”

“Kau cukup tahu Sepi, betapa aku selalu berdoa untuk kehadirannya. Meskipun aku selalu menekan perasaan setiap hari agar tidak tumbuh harapan yang menyakitkan. Kali ini aku bersamanya, ingin terus bersamanya sampai waktu yang tepat.”

“Ha Ha Ha.” Sepiku tertawa sinis.

“kenapa kau tertawa?.”

“Bila kau ingin bersamanya, lakukan. Kau memang biasa jauh dari kata sempurna. Tetapi buatlah hatimu yang tidak biasa. Lalu, Bila ia pergi kau cukup tahu bahwa Tuhan memberikan kesempatan padanya untuk bersama dirimu. Kau harus percaya tidak selamanya waktu lama itu hebat. doa-doalah yang memanggil ia datang. Jangan pikirkan hal yang tidak-tidak. Sekarang tendang nyonya itu keluar, kali ini kau tidak boleh mengalah pada pesimis.”

“Aku lelah bersamamu, aku ingin melihatmu bersama seseorang berbagi cerita. Melihatmu bahagia tanpa ada lagi keresahan.” Kata Sepi.

“Bebahagialah, kau tidak boleh bersama Sepi lagi.”


Sepi beranjak pergi, benar kata Sepiku. Aku tidak akan melepaskan dia, apapun yang terjadi. Aku ingin memeluk Tuan, bersamanya. Meskipun aku harus menjadi egois.  Semoga Tuan benar-benar 
telah menempatkan aku pada hatimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar