"Kamu Lagi?" Lirihku pada malam.
Kenangan
itu hanya untuk sesekali di ingat, bukan untuk di rindukan. Itulah yang tersisa
di antara hati yang pernah dengan sengaja mencintaimu, Tuan. Aku pernah begitu
mencintaimu, menyelipkan angan-angan yang ntah darimana asalnya datang. Sampai
aku pernah merasa sedih ketika kamu bahagia. Bukan sebab apa pun hanya saja itu
karena bukan aku yang membuatmu bahagia. Tuan, aku juga pernah merasakan betapa
senyummu itu adalah sebuah amunisi untukku. Lempari saja aku dengan senyum itu,
tidak akan pernah ada kata bosan. Asal jangan kamu lempar aku lalu tersenyum.
Bagaimana mungkin aku bisa terima? Namun kamu melakukannya dengan sempurna.
Namun, perasaan itu ku rasakan
salah jatuh. Sebab semuanya hanya sia-sia bila aku ingat. Dengan sengaja kamu
membiarkan dia tergeletak tanpa pernah disentuh. Tidak memberi kesempatan pada
hatimu untuk merasakan seperti apa rasa itu tertancap padamu. Ntah apa yang
membuatmu begitu tidak mau, apa yang membuatmu begitu keras menahan. Bukan menahan,
tepatnya tersia-sia rasanya. Seharusnya tidak pernah kau sentuh rasa bila hanya
ingin bermain menggoda. Kamu yang membuat segala cita dan usahaku lenyap. Padahal
sudah ku beri kesempatan yang tidak pernah ku berikan sekali pun pada makhluk bernama lelaki. Seharusnya aku
lebih percaya menjaga hati untuk tetap diam. Sebab aku jatuh pada namamu yang
tidak seharusnya aku jatuh. Aku ingin tertawa, meringis sendiri mengingatmu. Ternyata
tulus bukan lah yang kamu cari. Bukan! Bagaimana aku bisa menyerah pada lelaki
serupamu. Aku tidak menyesal hanya saja aku terasa telah di tipu. Oleh semesta
yang membiarkan aku mencintaimu dan membuat aku dengan percaya diri. kali ini
aku telah membungkus harapan dengan plastik yang baik. Tuan, memang bila cantik
adalah tolak ukurmu. Aku tidak akan pernah masuk dalam kategori ceritamu. Namun
selain itu, waktu akan ku usahakan untuk menyisakan dentingan bahagia. Kamu
memahami seperti apa lukanya, namun tak acuhmu membuat rasa itu seperti
terhapus.
Sebelum aku tidak mencintaimu
lagi, aku pernah begitu mengagumimu apa adanya. Itu yang masih menjadikan
sebuah bangga. Sebatas rasa yang kusisipkan beberpa waktu lalu. Namun setelah
ini, aku hanya berharap bukan kamu lagi seseorang yang akan ku rindukan setiap
malam mengisi. Menanti sebuah sapa lembut yang begitu aku nanti sambil terlelap
tidur. Aku mendoakan juga bukan kamu lagi yang akan aku sapa pada kalimat “Selamat
tidur kamu.” Aku tidak ingin kamu lagi. Sebab luka yang kamu selip bukan hanya
menggores namun sudah menancap hingga berkarat. Bila itu pun aku bersihkan
nyatanya tidak akan sempurna bersihnya. Kamu membuat aku mengerti bahwa harapan
yang kita buat patah sendiri. Seperti apa rasanya.
Ku sisipkan pada doa malamku
setiap tengadah tangan semoga itu bukanlah kamu lagi. Sebagai seseorang yang
akan ku temani langkah kecilnya. Menjaga aku dalam setiap doanya. Semoga bukan
kamu lagi orangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar