Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Kamis, 03 Maret 2016

Teduhku Hilang

Senyumannya sudah tidak meneduhkan ..

Ada yang salah dengan ini! Aku masih terus berteriak sendirian. Menghempas Resah yang terus dan terus membuat kebingungan. Aku jelas tahu ini ada kesalahan. Tapi apa yang membuatnya begini?!  Hatiku Tenang tetapi logikaku terus mengeras tanpa arah. Ia tak mau ambil pusing dengan keadaan yang mulai kacau. Hatiku mengiba, mengendap lara dengan tumpukan ilusi yang ntah bermunculan beriringan tak mau sabar. Diam aku meratap, ketika kepala mulai pusing menahan gejolak kemarahan pada diri Sendiri.

"Apa yang terjadi?." suaranya perlahan membuka nyataku.
"Tidak ada," jawabku sesingkat mungkin.
"Bagaimana kabarmu?" katanya lagi, aku rasa pertanyaan ini memang untuk basa basi.
"Alhamdulilah, sepertinya baik." kataku masih mencoba mencari Sesuatu yang hilang.

Perbicaraan dingin antara kenalan lama yang sudah sangat lama tidak bertemu. Bahkan secangkir kopi di atas meja benar benar kehilangan kehangatannya dimakan dingin antara aku dan dia. Hingga pembicaraan jatuh pada titik kritis yang sejak tadi begitu aku hindari.

"Aku dengar kamu belum menikah, Rin?" pertanyaan macam apa yang lelaki ini keluarkan. Bahkan membuat gejolak perutku meronta

Aku diam, dia tahu betul kebiasaan ini. Kebiasaan diam ketika aku tak suka arah pembicaraannya.

"Maafkan aku karena datang, aku ingin melamarmu lagi. Bukankah aku masih begitu menantimu?"

Sekali lagi aku diam. Memandang lurus ke arah mata lelaki itu, memandang tarikan bibirnya yang membuat lengkung sempurna, memandang kumis tipis yang menghiasi wajahnya lalu alis tebal dengan dagu sempurna membentuk kekar bentuk wajahnya. Lalu, selama waktu yang Tuhan beri mengapa tak juga ku temukan yang hilang. Sebenanrnya apa yang tejadi? Dimana perasaan itu, perasaan yang dulu begitu dalam.

"Kesalahan apa yang aku buat, Rin?" kembali ia bertanya dengan suara rendah.

Aku diam sejenak, menelaah kembali pertanyaan itu untuk membawa ke sensorikku. Tidak ada jawaban yang bisa aku berikan padanya. Sebab diriku sendiri tak mengerti lagi. Kemana perasaan itu. Kemana perasaan yang selalu merasa teduh ktika memandang senyumnya. Apakah sebab waktu, atau memang Tuhan yang membalikan hatiku? .
"Tidak kutemukan lagi keteduhan dalam senyummu" kalimat itu terlepas begitu saja tanpa aba aba dari otakku.
Kali ini raut wajahnya berubah pias, membuatnya diam. Apakah ia kecewa telah membuat dirinya menunggu sekian lama tanpa mendapatkan apa apa.

"Baiklah, bila itu memang kemauanmu dan takdir Tuhan aku akan coba ikhlas terima. Semoga kau temukan seseorang yang mampu menjadi imam terbaikmu. Aku permisi, Rin. Assalamu'alaikum."

Hatiku tetap keras .
"Iya, walaikumssalam."

Tiba tiba nada pesan di handphoneku berbunyi.
"Aku akan menemui ayahmu untuk berpamitan. Sebab aku pernah berjanji untuk melamarmu ketika telah ku perbaiki. Aku pernah ditolak sebab belum pantas menjadi imammu ketika untuk menjadi imam diriku sendiri aku belum bisa. Tetapi janji adalah janji. Biarkan aku menemui beliau untuk menjelaskan ini. Aku tidak akan memaksamu,Rin."

Aku terdiam, kakiku melemas ntah apa yang membuatnya. Lelaki itu masih begitu amanah walau aku tahu hatinya sedang kecewa. Lantas apakah aku harus menolak ketika Tuhan saja telah menghadirkan lelaki amanah itu. Tuhan, Maha memiliki hati dengan segala bentuknya membolak balikan hati . dalam seperkian menit rasa itu membludak ketika aku mulai merasakan mati rasa pada hatiku sebab sendiri.



#30dwc18

1 komentar: