Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Minggu, 21 Februari 2016

Senjaku



            Kali ini di suasana yang teduh, aku sedang termanggu-manggu duduk disisi jendela. Memandang langit yang mulai menjingga. Sudah sangat lama rasanya suasana seperti ini aku biarkan begitu saja. Sudah berapa jingga yang aku tinggalkan dan tidak acuh, itu bukan mauku tetapi rutinitas yang memaksa aku untuk menjadi manusia sibuk seperti robot. Kali ini aku bisa menikmati Senja, sudah sangat lama rasanya kita tidak bertemu. Saking lamanya aku sampai lupa bagaimana warna rupamu. Aku kini terlalu sibuk dalam duniaku, sampai-sampai melupakan sesuatu yang begitu ingin aku nikmati disetiap sore. Ditepi jendela tua ini aku tidak sendiri, tetapi bersama dengan sebuah kotak bewarna emas. Kotak yang warnanya mulai lusuh tampak begitu jelas termakan oleh waktu. Inilah, benda yang masih begitu beharga untuk aku tinggalkan. Sudah hampir sepuluh tahun ku biarkan ia menempati posisi khusus di laci meja hias yang selalu terkunci. Kotak emas yang berisi sebuah masa lalu, kali ini aku memandang sebuah foto yang sudah butek. Perlahan aku menelusuri permukaan foto itu dengan ujung jemari. Mengingat atau malah mengenang sesuatu yang pernah terjadi dilukiskan dalam foto itu.

            Tampak seseorang yang sedang berpose tersenyum dalam foto itu. Senyum lebar menampakkan gigi gingsulnya yang membuat dia tampak manis. Memandang foto itu saja masih membuat aku tersenyum sendiri. Mengingat masa lalu yang terkadang memang sulit untuk tidak di rindukan. Tanganku mulai menelusuri sudut belakang foto itu, sebuah nama tertera di dalamnya. Nama itu, panggilan yang aku sematkan pada pemilik senyum bergigi gingsul. Sebuah tinta biru yang mulai memudar namun tidak mengubah satu huruf pun, tulisanku masa dulu masih begitu jelas. Dia “Tegar”, itu bukanlah nama aslinya. Tetapi aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan itu.

“Senja?.” Suara seseorang memanggil namaku. Aku segera merapikan kotak berharga dan meletakkannya kembali pada tempatnya. Aku masih ingin menikmati masa lalu dan menceritakan kisah mengenai lelakiku dulu. Tetapi dunia nyata sedang memanggilku, malam nanti aku akan ceritakan tentang dia, Sebuah perasaan yang bukan hanya tentang manis namun lebih pada pahitnya. Pahit memendam perasaan bertahun-tahun namun setelah terungkap aku tak bisa menjamunya dengan sempurna.

“Iya, Mas?.” Aku menyaut panggilan seseorang itu. Ah, apakah aku harus mengingat lelaki lain ketika aku temukan damai bersama seseorang yang begitu mencintaiku. Lelaki yang begitu memberikan kehidupan amat sempurna menjadi seorang perempuan.

“Jangan kecapekan Sayang. Sudah mau magrib siap-siap shalat dulu yuk?” Katanya dengan suara meneduhkan. Tangannya mulai mendorong kursi roda yang telah bertahun-tahun menemaniku. Mas Tegar lelakiku dulu dan sekarang, masih sama seperti awal aku mencintaniya. Dia tidak pernah berubah meski aku tak bisa menjamu cintanya dengan sempurna. Aku tak bisa menjadi sosok perempuan yang sempurna baginya. Itulah yang membuat aku begitu kecewa dengan diriku sendiri. Mengapa tak bisa menjadi perempuan sempurna untuk lelakiku ini. Kecelakaan itu merenggut kemampuanku berjalan, sepasang kaki yang membantu aku mengejar ambisi.

“Kenapa kamu mau menikahi perempuan cacat seperti aku mas?.” Pertanyaan yang aku lontarkan ketika satu hari sebelum pernikahan kami.

Lelakiku hanya diam dan tersenyum.

“Kamu masih memiliki waktu sekitar 24 jam untuk menghentikan langkahmu sebelum kamu menyesal seumur hidupmu. Kamu akan hidup bersama perempuan seperti aku yang penuh dengan kekurangan.” Lanjutku dengan suara dibuat setegar mungkin meskipun aku takut keputusannya akan membuat terluka. Tetapi kebahagiannya adalah yang utama.

“Demi Tuhan, aku tidak pernah menyesal dengan keputusanku. Aku akan bahagia ditemani perempuan hebat seperti kamu. Kamu adalah perempuan terbaik yang dijanjikan Tuhan padaku. Kekuranganmu ?, bukankah aku sebagai imammu nanti yang akan melengkapinya? Melangkah bersamamu. Aku yang akan menemanimu mengejarnya. Kamu percaya denganku, Senja? Mempercayakan hidupmu bersamaku? Aku akan berusaha menjadi sebaik-baiknya lelaki meski kamu akan menemui banyak hal yang tidak baik padaku nantinya. Percayakan hidupmu bersamaku.” Perkataan yang sampai sekarang masih begitu ia pegang. Aku masih begitu merasakan cintanya yang sama meski perjalanan kami telah masuk tahun kesepuluh. Dia lelakiku masih sama dengan cintanya yang tak ubah. Terimakasih Tuhan, telah menghadirkan dia bersama Senja.

***


Tulisan #30DWC7


1 komentar: