Permen Kecil

Permen Kecil
Siap-siaplah menikmati permen kecil jangan di bawa perasaan nanti bisa jatuh di buat cinta sebab Meski hanya permen kecil akan menjadi pemanis dalam hidupmu.

Jumat, 26 Februari 2016

Filosofi Dias “Mencintaimu Tanpa JEDA”


      Aku pernah bertemu perempuan itu.
            Kesempatan yang hanya dimiliki beberapa orang, kesempatan yang hanya satu banding seratus ribu. Di sebuah toko buku tua, hanya menjual buku-buku lawas sudah sangat lama dan mungkin tidak memiliki peminat lagi. Kemeja biru muda melapisi kaus putih bersih, celana jeans dengan model selebor di bagian lutut sedikit terlihat sobekan, juga sebuah sepatu bernada sama terkesan tomboi. Perempuan itu membolak-balikan setiap buku yang ia pegang. Salah satu buku tentang, biografi Soekarno juga beberapa biografi tokoh pembesar lainnya. Mungkin dia adalah mahasiswi jurusan sejarah pikirku kala itu. Di toko tersebut tidak banyak anak muda, mungkin hanya kutu buku seperti aku yang hobi bermain disini. Bukan perempuan itu, ia sangat jauh dari kata kutu buku.
            Jendela di sisi toko buku menjadi tempat favoritnya mungkin, ia tidak beranjak dari sana sejak tadi kecuali ketika mengganti buku bacaannya. Beberapa buku yang dia ambil tampak berdebu, mungkin sudah terlalu lama tidak digunakan. Aku masih memperhatikan perempuan itu, ia merogoh tas ranselnya mengeluarkan sesuatu yang ternyata sebuah kacamata. Mungkin gadis itu memang seorang kutu buku, tidak pernah disangka ada kutu buku seperti dia. Sial! Perempuan itu memandang ketika aku sedang asik memperhatikannya. Matilah, pikirku mungkin perempuan itu akan marah dan memaki lelaki genit yang memananginya. Atau mungkin dia akan beranggapan, aku berotak mesum. Tuhan, tolong kuatkan hati untuk dimaki.
“Ini.” Dia memberikan sebuah buku tanpa banyak berkata.
“Untuk apa?.” Tanyaku polos.
“Aku lihat dari tadi kamu merhatiin aku lagi baca buku ini, aku rasa kamu butuh buku itu. Ambil aja, aku nggak butuh banget kok.” Lanjutnya dan berlalu pergi.
            Perempuan istimewa itu, toko buku tua yang sudah mempertemukan aku dengan perempuan itu. Mungkin kalau saja dulu aku bukan seorang kutu buku, aku tidak pernah bertemu perempuan yang sekarang telah menemani banyak hal bersamaku. Dialah Ririn, gadis cantik dengan kepribadian yang sangat berbeda dengan gadis lain. Begitu banyak masalah ketika semakin dekat waktu itu, aku semakin takut ketika bersamanya.  Bukan takut untuk hal lain, aku takut tidak bisa membahagiakannya. Memberi yang terbaik bagi perempuan itu. Aku bukan lelaki yang hebat dalam segala hal, aku tidak terlalu pandai agama, yang aku tau cuma sebatas shalat fardu, sunah, puasa, zakat, dan naik haji. Sebatas mengerti baik dan buruk, mana perintah Allah dan  laranganNya. Aku takut tidak bisa menjadi iman terbaik untuk perempuan itu. Bersikap romantis bukan keahlian dalam membahagiakannya, memanjakannya ku rasa tidak pernah sebab aku percaya perempuan itu mandiri, selain itu alasannya mungkin kembali ke kata takut. Takut membuat dia tidak nyaman ketika perhatian ekstra mulai di berikan. Namun cinta pada perempuan itu jelas tanpa jeda, tidak akan pernah surut meski banyak hal yang aku takuti. Tetap saja bersamanya terlalu banyak kekuatan membangkitkan semua.
            Ada sebuah kejadian yang membuat aku menyesal sampai sekarang, ketika pertengkaran kami tentang sebuah pendakian gunung. Kenapa tidak mengiyakan saja permintaannya, andai saja semudah itu mungkin sudah ku lakukan. Pada kenyataannya, gunung masih menjadi tempat yang sangat aku benci, sangat aku coba hindari, andai saja Ririn meminta untuk berenang di laut mungkin tanpa banyak alasan sudah kulakukan. Banyak hal yang coba sembunyikan untuk kebahagiaan perempuan itu. Maafkan aku yang tidak bisa menjadi teman pendakianmu, terbaik.
-Dias-




#30DWC12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar