Apa yang sedang kau pandang di antara
hujan Tuan, mengapa begitu khusyuk hingga kau sama sekali tak pernah sadar ada
aku yang sedang menunggu hujan reda bersamamu. Apa yang salah Tuan, tentang
hujan hari ini. Kau masih dengan seribu diammu, dengan tatapan kosongmu dan
juga sebuah ilusi yang hanya kau pahami seorang diri. Tuan, aku ingin
memanggilmu sebentar untuk menyadarkan kamu tentang bagaimana cara menikmati
hujan selain berdiam dan menunggu redanya.
Beberapa
saat lalu, aku melihatmu menoleh. Sebentar saja dan beberapa detik yang lalu
tak terhitung cepatnya. Ah, andai saja aku lebih cepat dari detik mungkin bisa
saja aku menyapamu lewat senyum dengan sok manisnya. Tetapi aku tak pernah bisa
secepat itu, detik terlalu angkuh untuk mengalah padaku barang sebentar saja.
Ingin rasanya aku memaki detik lalu berkata “Hai, izinkan aku menyapa Tuanku!”
sayangnya tak ada yang bisa melawan detik kali ini. Baiklah aku akan kembali
mengalah.
Aku hanya
ingin berjalan bersamamu Tuan, sebab hujan terlalu dingin kala ini. Akan aku
ajarkan bagaimana caranya menikmati hujan sehingga kau tak perlu berdiam
melawan jenuh. Akalku tak mau juga di ajak berbagi, apa yang harus aku lakukan
selain menemanimu setiap waktu di kala hujan. Jujur saja, aku sudah mulai bosan
berdiam disini hanya menghitung rintikan hujan sembari menikmati mata sendumu.
Tapi, aku masih sabar menunggu di tengah kisah ini. Senandung gelisah mulai
kembali kau senandungkan Tuan, setiap rintiknya semakin deras. Aku mulai risau
mendengar senandungmu. Apa yang sebenarnya sedang kau takutkan atau mungkin
sendang menguras pikiranmu Tuan? Aku hanya ingin membawamu mengitari hujan. Aku
hanya ingin berdua denganmu Tuan. Tetapi mengapa aku hanya bisa melihat
keresahan dalam matamu. Aku tak bisa melihat senyummu. Maafkan aku Tuan, kali
ini di detik ini aku sudah tak mampu menunggu kembali. Menunggumu dan semua
detikmu.
Baiklah aku akan memulai satu langkah baru dalam hidupku di
detik ini. Sebuah kenekatan yang akan menguras sisa detikku selamanya sebab aku
telah berani.
“Kamu mau ikut?.” Kataku sambil mengulurkan tangan padamu
Tuan untuk pertama kalinya. Di ribuan detik yang telah kita lalui bersama dalam
payung hujan. Diamku akhirnya usai kali ini aku akan menerimanya. Untuk
membawamu berdua denganku, atau melepasmu bersama hujan detik ini.
Kamu masih kebingungan memandang uluran tanganku.
Terima
Tuan! sambut tanganku secepatnya. Hatiku terus berkata sambil mulai
memasrahkannya pada Tuhan. Detik selanjutnya kau belum juga menyambut tanganku
Tuan. Baiklah aku akan pergi sendiri untuk hujan kali ini.
“Ayok kita pergi!.” Kau menarik tanganku dan membawaku
berlari menembus Hujan.
“Kamu tak seharusnya mengulurkan tanganmu, sebab akulah yang
harusnya menarik tanganmu untuk menembus semua ini.” Katamu Tuan sambil terus
mengajakku berlari kecil.
#30DWC13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar